Usut Kasus Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan, Sudah Tahan Sekda Palembang, Giliran Periksa Plt Sekda

Vanny Yulia Eka Sari. -FOTO: IST-
PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel sudah menahan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang tahun 2016 lalu, Harobin Mustofa. Kini, penyidik giliran memanggil dan memeriksa Plt Sekda Kota Palembang tahun 2017, berinisial K.
Ada 5 saksi yang diperiksa kemarin, masih terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan (YBS), berupa sebidang tanah seluas 3.646 meter per segi di Jl Mayor Ruslan, Kelurahan Duku, Kecamatan IT 3, Palembang.
BACA JUGA:Pencurian 130 TBS Sawit PT BSP Dikawal Orang Dalam Perusahaan
BACA JUGA:Bulog Sebut Tinggal Bayar, Diwajibkan Beli Rp6.500 per Kg untuk Semua Jenis Gabah
“Saksi yang diperiksa sebanyak 5 orang. Dengan inisial K selaku Plt Sekda Kota Palembang Tahun 2017. Lalu inisial LM selaku Kabid Pengelolaan Barang Milik Negara di BPKAD Provinsi Sumsel Tahun 2021-sekarang, " kata Kasipenkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari.
Selanjutnya, saksi inisial PM selaku Kabid PBB dan BPHTB Bapenda Kota Palembang Tahun 2022-sekarang. Insial SR selaku Kepala Bapenda Kota Palembang Tahun 2016-2019, dan inisial AS selaku Kasubag Keagrariaan pada Sekda Kota Palembang Tahun 2013-2017.
"Kelimanua Diperiksa sebagai saksi dari pukul 09.00 WIB sampai selesai dengan agenda sebanyak kurang lebih 30 pertanyaan," tambah Vanny. Ada 3 orang tersangka yang ditahan paa kasus ini.
Selain tersangka Harobin Mustofa (HRB) mantan Sekda Pemkot Palembang, dua tersangka lainnya Yuherman (THR) mantan Kasi Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang, dan Usman Goni (USG) selaku kuasa penjual.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel Umaryadi, mengatakan berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus ini sebesar Rp11.760.000.000.
Modus yang dilakukan tersangka, prosedur penerbitan sertifikat tidak sesuai ketentuan, dengan memanipulasi data terhadap objek dan membuat surat keterangan identitas palsu. Sehingga ketiganya dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana. (nsw/air)