https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Ketar-Ketir Badai PHK Massal, Wamenaker Ungkap 60 Perusahaan Akan Kurangi Karyawan, Sumsel Aman!

--

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta, menjelaskan kalau situasi ini telah menyebabkan PHK sekitar 250 ribu karyawan di industri tersebut. “Sekitar 250 ribu karyawan terkena PHK,” bebernya, medio Desember 2024.

Ia menyebut, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari proses PHK yang dilakukan banyak perusahaan secara bertahap.  Redma menyatakan, salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan tekstil ini adalah meningkatnya impor pakaian jadi di pasar domestik. 

Kebijakan relaksasi impor yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dinilai memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil lokal. “Hal ini telah memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir,” bebernya.

Terkait ancaman PHK massal yang bakal melanda Indonesia, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Sumsel, Deliar Marzoeki, mengatakan, di Sumsel sejauh ini aman.

"Sumsel alhamdulillah tidak ada. Setiap kali kunjungan ke perusahaan, tidak ada PHK. Sumsel aman dan perusahaan mematuhi apa yang ditetapkan pemerintah provinsi," ungkapnya, kemarin.

Bisa dibilang, kondisi Sumsel lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi besar lain yang mulai dipusingkan dengan ancaman PHK massal. Gambaran data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2024 di Sumsel sebanyak 4,66 juta orang. Naik 71,64 ribu orang dibanding Agustus 2023. 

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sumsel naik sebesar 0,10 persen poin dibanding Agustus 2023. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2024 sebanyak 4,48 juta orang, naik sebanyak 80,44 ribu orang dari Agustus 2023.

“Lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 62,02 ribu orang,” beber Kepala BPS Sumsel, Moh Wahyu Yulianto SSi SST MSi dalam rilis resmi di laman BPS Sumsel.

 Ada pun untuk persentase setengah pengangguran pada Agustus 2024 naik sebesar 1,37 persen. Demikian juga dengan pekerja paruh waktu yang naik sebesar 1,95 persen dibanding Agustus 2023. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 sebesar 3,86 persen, turun sebesar 0,25 persen dibanding Agustus 2023.

“TPT turun di hampir semua daerah di Sumsel, kecuali Ogan Ilir, Muara Enim dan OKI,” tuturnya. Ada pun untuk TPT tertinggi di Palembang sebesar 6,98 persen. Sedangkan TPT terendah di OKU Selatan 1,80 persen.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan tenaga kerja di Sumsel. Pertama, meningkatnya nilai investasi dalam negeri (8,4 triliun) dan investasi luar negeri (318 juta US$). Itu investasi yang masuk Sumsel pada triwulan III 2024. Penyerapan tenaga kerja itu banyak di sektor konstruksi. 

Kemudian, naiknya harga komoditas kelapa sawit sehingga menggairahkan sektor perkebunan dan perdagangan. Dibukanya seleksi CASN (CPNS dan PPPK) 2024 juga mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja di Sumsel. Begitu juga perekrutan petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih).

Lalu, beberapa event pameran/festival produk UMKM di Sumsel berdampak juga terhadap peningkatan pasar tenaga kerja. Namun, penertiban lokasi pertambangan illegal batubara di beberapa tempat berdampak pada PHK pekrja dan menurunnya tenaga kerja di sektor pertambangan dan penggalian. Juga sektor pengangkutan dan pergudangan.

Wahyu menyatakan, dari aktivitas ekonomi yang terus berjalan sepanjang Agustus 2023-Agustus 2024 lalu telah menyerap 804.000 tenaga kerja di Sumsel. Angka pengangguran berkurang 8.800 orang. “Pada periode itu, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami peningkatan tenaga kerja terbesar. Sedangkan sektor pengangkutan dan pergundangan mengalami penurunan terbesar,” tukasnya.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel, H David Hadrianto Aljufri, mengatakan, terbitnya Permendag No 8/2024 memang membawa dampak. "Yang pasti dampak utama adalah menurunnya kinerja industri manufaktur," kata dia.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan