Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh (2): Perwira Brimob Sumsel Gugur, Jurnalis Sumeks Nyaris Hilang di Basis GAM
BRIMOB SUMSEL: Jurnalis Sumatera Ekspres, foto bersama Brimob Polda Sumsel yang tengah bertugas di Aceh, saat tsunami. Dipimpin AKP Asmin Amin (duduk pakai peci dan sarung). Inzet: Ipda Moklis yang selamat dari tsunami Aceh, tiba di Mapolda Sumsel, Januar-FOTO: DOK/SUMATERA EKSPRES.-
Terlihatlah drum-drum di tengah jalan, bertuliskan Brimob Jambi. Kebetulan Sudirman berasal dari Jambi. Kami pun mampir ke sebuah warung yang masih buka, ada beberapa anggota Brimob terlihat sedang mengobrol. Niatnya sekedar untuk cuci muka, dan ngopi.
BRIMOB JAMBI : Jurnalis Sumatera Ekspres foto bersama personel Brimob Polda Jambi, yang bertugas di daerah Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, saat terjadi tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam.-foto: dok/sumeks-
Sudirman sempat mengobrol dialeg bahasa Jambi, dengan personel Brimob Jambi tersebut. Setelah menjelaskan maksud perjalanan kami, tak disangka kami justru kena marahnya. “Nak gilo kamu ini, nyari masalah. Nak nyari mati,” bentaknya.
Katanya, tidak aman berjalan malam. Apalagi warga sipil yang tidak membawa senjata. Sebab Aceh Timur termasuk daerah basis GAM. Buktinya, mereka saja mendirikan pos berselang-seling setiap 100 meter dengan TNI dari Yonkav 200/R.
Memang kami sudah tahu adanya pos-pos dilengkapi panser dan persenjataan lengkap ini. Kami sudah melihatnya pada saat pergi ke Banda Aceh. Tapi melintasnya siang hari kala itu.
Kami sempat tidak diperbolehkannya melanjutkan perjalanan malam, diminta menginap di poskonya sampai pagi. Namun kami takut ketinggalan pesawat dari Medan ke Jakarta, minta solusinya bagaimana caranya agar tidak telat ke Medan. ”Biso pake HT (handy talky)?,” tanya Brimob Jambi itu.
“Bisa,” saya jawab, karena sudah biasa bertugas peliputan di kepolisian. Akhirnya saya dipinjamkan HT, untuk terus dipantau dari setiap pos Brimob Jambi yang dilintasi. Kami pun ‘dilepasnya’ setengah hati, untuk melanjutkan perjalanan ke Medan.
Setiap pos Brimob Jambi yang kami lintasi, saya harus merespon dengan jawaban ‘monitor’, ’musang’, atau ’kijang’. ”Kalo kamu idak jawab lagi, berarti kamu ilang di titik itu. Jadi kami langsung fokus nyisir ke titik itu,” tegas sang Brimob Jambi.
Alhamdulillah, sampai batas pos terakhir Brimob Jambi, kami lewati dengan aman. Meski berdua dalam mobil, kami sempat dag dig dug tidak karuan. HT kami kembalikan lagi di pos terakhir. “Aman yo, jangan ngulang lagi jalan malam,” pesan sang Brimob Jambi melalui HT.
ISHAK DAUD : Sosok Panglima GAM wilayah Peureulak, Ishak Daud. -foto: internet-
Sementara itu cerita lainnya, 2 relawan PKS pemandu jalan kami dari Medan ke Aceh, tidak ikut serta lagi ke Medan. Mereka tinggal di Aceh, mencari keluarganya yang juga hilang. Google map belum ada waktu itu. Belum ada smartphone, android, dan semacamnya.
Beruntungnya saat dalam perjalanan pergi dari Medan ke Aceh, penulis sempat seperti membuat rute. Setiap persimpangan yang dilalui dicatat dalam buku, berikut tanda khususnya. Sehingga ketika jalan pulangnya dari Aceh ke Medan, buku itu dibalik.
Jadi misal perginya belok kanan di persimpangan, pulangnya pilih belok kiri. Alhamdulillah sampai juga ke Medan, subuh menjelang pagi. Lanjut mencari penginapan seadanya untuk mandi dan sarapan. Siang atau sorenya flight dari Medan ke Jakarta untuk transit, sebelum besoknya terbang lagi pulang ke Palembang. (*/bersambung)