Muhasabah Akhir Tahun: Jangan Menjadi Orang yang Dibenci Allah
Dr H Achmad Syarifudin SAg MA (Dosen UIN Raden Fatah Palembang)--
SUMATERAEKSPRES.ID - Pergantian tahun tinggal menunggu hari. Tak lama lagi tahun 2024 segera berakhir dan berganti tahun 2025. Sebagian orang, instansi, media telah mempersiapkan penyambutan tahun baru tersebut. Perputaran waktu sudah menjadi keniscayaan.Tinggal lagi, yang tersisa adalah kenangan kebaikan atau kenangan keburukan, itulah yang menjadi persoalan.
Untuk itu tidak ada salahnya, bagi kita untuk bermuhasabah, mengevaluasi diri apakah yang seharusnya kita lakukan sudah terlakukan dan apa yang seharusnya kita tinggalkan sudah kita tinggalkan. Mari muhasabah, “agar tidak menjadi orang yang tidak dibenci Allah”.
Menjadi orang yang disayangi oleh Allah adalah dambaan setiap orang. Jangankan disayang oleh Allah, disayang oleh teman, keluarga, kolega pun kita menjadi Bahagia, apalagi disayang Tuhan. Persoalannya, tidak mungkin suatu peristiwa itu terjadi tanpa sebab. Demikian juga halnya, ingin disayang oleh Allah tetapi melakukan hal-hal yang tidak disukai atau dibenci, maka sulit rasanya untuk menjadi orang yang disayang oleh-Nya.
BACA JUGA:Muhasabah Umat & Bangsa, Berharap Hanya Pada Islam
BACA JUGA:Muhasabah Diri dalam Menyambut Tahun Baru Islam 1445 Hijriyah: Meningkatkan Akhlak dan Kebaikan
Apa saja perkara yang tidak disukai oleh Allah? Berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, Beliau menyatakan ada enam hal yang tidak disukai oleh Allah salah satu nya adalah Mengetahui perkara dunia namun bodoh mengenai perkara akhirat. Yakni mengetahui bagaimana cara mencari dan mengumpulkan harta, akan tetapi tidak memiliki pengetahuan mengenai bagian ilmu agama yang fardlu ‘ain untuk dipelajari, yang disebut para ulama dengan istilah Ilmu Agama yang Pokok.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda maknanya: “Mencari ilmu agama yang pokok (ilmu agama yang dasar) hukumnya adalah fardlu ‘ain bagi setiap muslim (laki-laki dan perempuan),” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi).
Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pernah mengingatkan kita semua bahwa: kehidupan dunia adalah waktu untuk beramal, dan semua yang kita lakukan di dunia ini akan kita pertanggungjawabkan di akhirat: “Dunia berjalan membelakangi kita, sedangkan akhirat berjalan menghampiri kita. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anaknya. Maka jadilah bagian dari anak-anak akhirat (senantiasa mementingkan kehidupan akhirat) dan janganlah menjadi bagian dari anak-anak dunia (selalu mementingkan kehidupan dunia yang sementara), karena hari ini (kehidupan dunia) adalah waktunya beramal dan tidak ada hisab, sedangkan besok (kehidupan akhirat) adalah waktunya mempertanggungjawabkan amal, dan bukan waktunya beramal,” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
BACA JUGA:Inilah 7 Smartphone Rp1 Jutaan dengan Spesifikasi Tangguh Akhir Tahun 2024, Ada Incaranmu?
BACA JUGA:Kuota Antrean Online Habis, Permohonan Paspor Meroket, Ingin Melancong-Umrah Akhir Tahun
Dunia bukan tidak penting, namun tidak berarti bahwa kitab oleh tenggelam di dalamnya. Dunia tempat kita mengumpulkan amal kebaikan. Allah berpesan dalam Al-Quran surat Al-Qashash:77 “carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Karena itu, penting untuk kita ketahui, kita pelajari, kita fahami, aspek-aspek Keakhiratan (Eskatologis). Apa itu Eskatologis? Eskatologi adalah ilmu yang membahas tentang kehidupan setelah kematian. Dalam Islam, pembahasan tentang kehidupan setelah kematian termasuk bagian dari pembahasan akidah atau keimanan. Pembahasannya terkait dengan salah satu dari Arkanul Iman yang enam, yaitu keimanan kepada hari akhir.
Di banyak tempat dalam Alquran maupun hadis, disebutkan tentang keimanan kepada hari akhir ini secara bergandengan dengan keimanan kepada Allah Swt. Seakan-akan kedua prinsip ini merupakan inti yang paling pokok dari keseluruhan Arkanul Iman.
Sebagai contoh, di dalam Islam ada nama-nama hari yang disebutkan di dalam Al-quran, misalnya: yaumul akhir, yaumul ba’ts, yaumul qiyamah, bagi kita seharusnya tidak asing istilah-istilah tersebut. Intinya, jika kita ingin menjadi orang yang disukai oleh Allah, dalam konteks ini, berupaya memahami aspek-aspek eskatologis (aspek-aspek Keakhiratan), adalah urusan yang penting untuk kita lakukan. Konsekuensi logisnya, implikasinya, semua hal yang menjadi konsekuensi dari mengetahui dan memahami bahwa aka nada hari akhir itu, maka kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini: