Kenaikan PPN 12 Persen, Ekonom Sumsel Sebut Berisiko Menurunkan PDB, dan Berdampak Daya Konsumsi Masyarakat
Idham Cholid SE ME. -FOTO: IST-
Kemudian kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house, dan sejenisnya. Selanjutnya kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.
Lalu, kelompok balon udara. Ada juga kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara. Terakhir, kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum atau usaha pariwisata.
"Namun, meskipun jenis pajak ini dikenakan terhadap barang-barang tertentu, pemerintah tetap harus berhati-hati, karena akan berdampak terhadap pola konsumsi masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak kepada perekonomian,"jelas Idham.
“Jika PPN dan PPnBM perlu ditinjau pemberlakuan kenaikan tarifnya, maka apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk tetap dapat mendorong penerimaan pemerintah, khususnya pajak?” ucap Idham bertanya.
Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah dapat melakukan ekstensifikasi objek dan subjek pajak yang sudah ada saat ini. Misalkan pajak kekayaan yang saat ini masih belum optimal, pajak produksi batu bara, pajak karbon yang merupakan wujud komitmen Indonesia untuk pembangunan yang berkelanjutan dan yang juga potensi untuk dikenakan adalah pajak produk minuman berpemanis.
"Artinya, peningkatan tarif PPN bukanlah satu-satunya solusi untuk meningkatkan penerimaan pemerintah," tandasnya.
Terpisah, Kepala Bapenda Kota Palembang, Raimon Lahuri, mengatakan pihaknya hingga sekarang ini masih menunggu surat edaran dan juknis terkait penerapan PPN 12 persen berkenaan barang mewah tersebut.
"Masih menunggu surat edaran dan juknis. Sehingga waktunya masih melihat dulu isinya. Yang pasti, Kota Palembang siap mendukung program dari pemerintah pusat terkait kebijakan di atas," singkatnya.
Untuk diketahui, Pemerintah akan menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Kenaikan ini tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025. Namun, rencana kenaikan PPN tersebut mendapatkan penolakan dari banyak pihak mulai dari pekerja, pengusaha, hingga ekonom.
Pasalnya, kenaikan berlaku di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Pimpinan DPR pun telah menemui Presiden Prabowo Subianto untuk mengusulkan tarif PPN 12 persen pada tahun 2025, hanya dikenakan barang mewah.
DPR menyebut, barang-barang yang masuk ke dalam kategori barang mewah ialah barang yang telah dikenakan PPnBM. "Yang dimaksud dengan, itu memang selektif, selektif kepada barang yang selama ini sudah kena PPnBM hanya mereka yang dikenakan PPN 12%," ujar Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun.