https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Pengaturan Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Perkara Tindak Pidana Korupsi

Praktisi Hukum, Roy Riady SH MH.--

BACA JUGA:Gamol, Pinjol Dan Judol Perusak Sendi-Sendi Kehidupan

Pengaturan mengenai pembalikan beban pembuktian dalam ketentuan Pasal 37 A dan Pasal 38 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinilai belumlah sepenuhnya dapat dikatakan sudah mengacu kepada “teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (Balanced Probability of Principles)” dari Oliver Stolpe. 

Ketentuan Pasal 37 A ayat (2), yang mengandung arti bahwa selain terdakwa diwajibkan untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, terdakwa juga diwajibkan memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan dan melakukan pembalikan beban pembuktian hanya dalam hal membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya yang patut di duga diperoleh dari hasil korupsi. 

Hal ini berarti bahwa kepada terdakwa dibebankan untuk membuktikan 2 (dua) hal, yaitu Pertama, membuktikan unsur kesalahan (schuld) terdakwa, dan Kedua, melakukan pembuktian terhadap asal usul mengenai kepemilikan harta kekayaan pelaku yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. 

Menurut teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability of principles), terhadap kesalahan orang (schuld) tidak dapat dilakukan pembalikan beban pembuktian, tetapi dibuktikan secara negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke bewijs theorie) oleh penuntut umum, dan terhadap kepemilikan harta pelaku tindak pidana korupsi dapat dipergunakan atau dapat dibuktikan dengan pembalikan beban pembuktian. 

BACA JUGA:Asian Values di Tengah Pilkada dan Implikasinya pada Demokrasi Lokal

BACA JUGA:Memarketing’ Kemudahan Berusaha, Mendulang Investasi

Ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sangatlah bertolak belakang dengan prisip-prinsip yang terkandung dalam teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability of principles).

Ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. 

Hal ini berarti bahwa dalam ketentuan Pasal 37 tersebut, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan unsur kesalahan (schuld) terdakwa, sementara hal tersebut tidak dibenarkan dalam teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability of principles).

Kemudian juga dalam penjelasan Pasal 37 ayat (2) UU Tipikor dikatakan secara tegas bahwa ketentuan ini tidak menganut sistem pembuktian secara negatif menurut undang-undang. 

BACA JUGA:Makna Hijrah Secara Filosofis dan Psikologis

BACA JUGA:Kontribusi TOS Terhadap UMKM di Kota Lubuklinggau

Sementara itu, teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability of principles) mengedepankan keseimbangan secara proporsional antara pembuktian secara negatif menurut undangundang (negatief wettelijke bewijs theorie) yang dilakukan oleh penuntut umum dengan pembalikan beban pembuktian yang dilakukan oleh terdakwa menyangkut asal usul harta kekayaan miliknya.

Berdasarkan Pasal 12 B ayat (1) UU Tipikor yang mengatur tentang suap dan gratifikasi, dalam ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa kepada terdakwa dibebankan untuk membuktikan, yaitu pertama, membuktikan unsur kesalahan (schuld) terdakwa menyangkut delik suap. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan