Tilap Uang 4 Nasabah Rp1,7 Miliar Lebih, eks Karyawati Bank Dituntut 6 Tahun Penjara dan Denda Rp100 Miliar
KONSULTASI: Terdakwa Rahayu Puspita berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, usai mendengarkan tuntutan JPU dalam persidangan Rabu (24/7). -FOTO: TOMI KURNIAWAN/SUMEKS-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID- - Mantan karyawati sebuah bank pelat merah, Puspita Rahayu dituntut pidana 6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dia duduk sebagai terdakwa kasus kejahatan perbankan membuat dokumen palsu, serta menilap uang nasabah lebih dari Rp1,7 miliar.
Dalam persidangan di PN Palembang Kelas IA Khusus, Rabu, 24 Juli 2024, JPU pengganti Caesarini Astari SH yang membacakan tuntutan, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a UU No.10/1998 tentang Perbankan.
BACA JUGA:Kades Tanjung Raya Ditahan atas Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa
BACA JUGA:Menteri Nadiem, Pendidikan Vokasi Dorong Produk Dalam Negeri untuk Pasar Global
"Karenanya kami tuntut dengan pidana penjara 6 tahun, kemudian denda Rp100 miliar subsider 3 bulan penjara," tegas JPU. Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim dipimpin Romy Sinatra SH menunda sidang satu pekan guna agenda pembelaan dari penasehat hukum terdakwa.
Terungkap sebagaimana uraian dakwaan, terdakwa Puspita merupakan customer service (CS) sebuah bank pelat merah Unit Kenten Azhar. Selama bertugas dari 2020 hingga 2022, terdakwa menilap uang tabungan dari sejumlah nasabah yang merupakan pedagang pasar, yakni Hj Elni Dasmita, Etik, Sri Sulastri, dan Yasni Firma Diana.
Para pedagang itu menitipkan sejumlah uang, buku tabungan dan kartu ATM kepada terdakwa Puspita Rahayu karena telah kenal. Mempercayakan kepada terdakwa untuk menyetorkan uang itu ke rekening milik para pedagang itu melalui teller, agar tidak perlu mengantre lagi.
Namun yang terjadi, uang dari para pedagang itu tidak disetorkan terdakwa ke bank tempatnya bekerja. Tapi agar para pedagang itu tidak curiga, terdakwa memalsukan pencetakan pada buku rekening tabungan sesuai uang yang diberikan.
Hasil cetakan itu mirip dengan hasil cetakan melalui teller, yang membuat para nasabahnya itu percaya dengan terdakwa. Kasusnya terkuak setelah para pedagang itu melakukan print out ternyata saldonya tinggal sedikit. Uang yang mereka setor melalui terdakwa sudah ludes. Hal itu juga sesuai laporan pemeriksaan Tim Adhoc, ada indikasi penipuan di bank tersebut.
Total kerugian para pedagang itu lebih dari Rp1,7 miliar. Terungkap uang para pedagang itu dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya, dan hadiah para pedagang yang ditipunya. Seperti hadiah elektronik televisi, kulkas, kipas angin, blender dan lainnya. Diberikan kepada para pedagang itu yang ikut program tabungan berhadiah langsung, dari yang ditawarkan terdakwa.
Namun mereka tidak boleh mengambil uang yang ada di buku tabungan dan harus diblokir selama mengikuti program tersebut. Padahal semua itu adalah modus dari terdakwa. Hadiah langsung yang pernah diberikan terdakwa kepada nasabah yang ditipunya, total Rp261.500. 000.
Kepada Hj Elni Dasmita sebesar Rp61.500.000, Etik sebesar Rp90.000.000, Sri Sulastri Rp55.000.000 ditambah Rp15.000.000 untuk beli emas, dan Asni Frima Diana sebesar Rp40.000.000.
Sisa uang para pedagang itu digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya. Mulai dari modal jual beli tas, sepatu dan baju impor. Tapi bukan dengan kualitas original yang dibeli dari Batam dengan modal Rp300 juta.
Lalu untuk membeli peralatan rumah tangga sebesar Rp400 juta. Mulai dari kaligrafi, kompor gas, grill, gelas, piring, mangkok, lemari piring, gorden, jendela aluminium, hingga seat gelas dan tatakan gelas.