SPBU Masih Jual Biodiesel 20
*Untuk B35 Masih Menunggu Arahan
SUMSEL – Pemerintah Pusat bakal menjual produk bahan bakar minyak (BBM) jenis BBM Biodiesel 35 (B35) per 1 Februari 2023. Produk ini dikabarkan bakal menggantikan produk sebelumnya BBM B20 yang telah dipasarkan melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Ketua Hiswanamigas OKU, Feri Sirajudin mengatakan sudah mendengar adanya rencana untuk pengembangan produk BBM B35. Hanya saja kebijakan tersebut belum disampaikan ke daerah, termasuk kapan mulai berlaku kebijakan tersebut.
"Nah kalau pengaturan pembelian BBM subsidi sudah ada," kata Feri. Salah satunya pengendara mengisi dan mendaftar dalam data pada aplikasi Mypertamina. Namun menurutnya, sejauh ini belum bisa diterapkan di daerahm karena prosesnya panjang. Jadi untuk saat ini, kata dia, Pemerintah berupaya menjaga kelancaran distribusi BBM ke masyarakat. Masih fokus memenuhi kebutuhan BBM, intinya jangan sampai distribusi terganggu.
Pengawas Lapangan SPBU UB, Leo Saputra mengatakan terkait pemasaran biodiesel BBM B35 belum mereka pasarkan. "Belum ada informasi soal bakal masuknya BBM B35," ujarnya. Pihaknya sendiri baru mengetahui informasinya sebatas di media social, namun untuk pemasaran dan distribusi belum resmi dilakukan. Saat ini SPBU-nya masih memasarkan BBM B20 sebelumnya. BACA JUGA :Ini Keuntungan Pelanggan Gunakan Layanan 4G
Sales Branch Manager Pertamina Rayon 4 Lubuklinggau, M Tsaqif Fauzan mengatakan terkait kebijakan akan hadirnya BBM jenis B35, pihaknya belum menerima surat resmi, untuk pemasaran wilayah Lubuklinggau dan sekitarnya. "Mungkin wacana (penjualan B35) itu ada. Tapi saya belum menerima informasi resmi," kata M Tsaqif.
Namun yang jelas, jika nanti sudah ada kabar resmi, tentu pihaknya siap melaksanakan kebijakan Pemerintah tersebut. “Soal ini juga akan segera kita sosialisasikan ke SPBU, kerena SPBU juga harus tahu lebih dulu," ujarnya lagi. Nah, terkait isu pembatasan pembelian BBM subsidi tidak boleh pindah-pindah SPBU, M Tsaqif juga mengaku belum mendapatkan informasi yang resmi. "Mungkin baru rencana dari Pemerintah atau Kementerian BUMN. Tapi sepertinya belum sampai ke Pertamina," ungkapnya.
Area Manager Communication Relations & CSR Sumbagsel PT Pertamina Patra Niaga, Tjahyo Nikho Indrawan juga senada. “Kami juga belum mendapat arahan apa-apa terkait rencana Pemerintah yang ingin menjual produk biodisel 35 maupun larangan membeli BBM berpindah-pindah SPBU,” tuturnya. Namun kalaupun nanti diterapkan hal itu juga tidak masalah, sebab selama ini Pertamina sendiri telah memasarkan produk Biodisel 20.
Kepala Cabang Auto2000 Veteran, Said Ali menjelaskan Toyota sangat mendukung kebijakan pemerintah. “Selama ini untuk kendaraan Toyota yang bermesin diesel tidak ada masalah menggunakan bahan bakar B20. Mesin Toyota dapat menggunakan B20 asalkan bahan bakar yang disediakan itu benar-benar sesuai dengan standar B20, demikian pula nantinya diterapkan B35,” bebernya.
General Manager (GM) Commercial PT Berlian Maju Motor (BMM) Kertapati Palembang, Nanang Kusim juga senada. “Untuk truk Mitsubishi rata-rata menggunakan BBM solar, Dexlite, atau Pertamina Dex. Bahkan saat ini di sejumlah SPBU sudah B30, jadi jika nanti persentasenya dinaikkan menjadi 35 persen untuk minyak sawit maka tidak akan bermasalah bagi mesin truk Mitsubishi,” tuturnya. Kendati sebenarnya, lanjut Nanang, standarnya semestinya menggunakan Pertamina Dex, tapi sejauh ini konsumen yang menggunakan B20 atau B30 tidak masalah. Baca juga : Tol Betung hingga Jambi Sudah Tahap Tender, Nilai Pembangunannya Fantastis
Di sisi lain, kebijakan Pemerintah yang akan menerapkan program B35 disambut baik oleh para petani sawit di Kabupaten Musi Banyuasin. Hanya saja peningkatan komposisi 5 persen menjadi 35 persen tak akan banyak berpengaruh langsung pada harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.
"Lima persen itu tidak banyak Mas, sedikit sekali. Tapi setidaknya walau kecil, kebijakan ini bisa memperbesar permintaan domestik terhadap CPO di Indonesia," ungkap Ketua KUD Mukti Jaya, H Bambang Gianto. Tapi untuk bisa mengerek harga sawit, kata Bambang, belum cukup. Menurutnya harga sawit masih dominan tetap dipengaruhi banyaknya permintaan terhadap CPO sendiri, terutama di pasar dunia sehingga kondisi global lebih berpengaruh.
Saat ini harga TBS masih normal dari ketetapan Disbun Rp2.300 perkilogram, sedangkan di tengkulak Rp2.050 perkilogram. Justru pihaknya khawatir program B-35 berdampak pada dana CPO Fund atau dana dari BPDP-KS yang akan dikucurkan ke petani. "Kita takut malah menyedot CPO Fund, ini berimbas ke dana-dana lain bantuan petani, seperti program peremajaan, pengembangan, dan lainnya berkurang karena anggarannya disedot subsidi biosolar," tukasnya.
Di sisi lain untuk meningkatkan pasar domestik, terutama menyerap hasil petani sawit di Muba, sejumlah langkah dilakukan Pemkab Muba salah satunya mendirikan pabrik minyak goring. “Dalam waktu dekat groundbreaking, kami menyiapkan lahan di Madec Center yang dialih fungsikan sebagai lokasi pabrik migor,” ujar Pj Bupati Muba, Apriyadi Mahmud. Ia pun sudah menjajaki komunikasi dengan beberapa investor terkait ini. "Nanti skema-nya pakai BUMD sehingga bisa punya saham," ucapnya. BACA JUGA :SPBU di Lubuklinggau Sebut Belum Ada Informasi Rencana Aturan Baru
Di Kecamatan Rupit Muratara, sejumlah konsumen SPBU mengomentari aturan konsumen dilarang pindah pindah SPBU. Warga menilai rencan itu sangat konyol dan tak bisa diterapkan di NKRI. Meski belum resmi disahkan dan menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, Muzaki warga yang ditemui di SPBU Rupit mengungkapkan baru tahu soal itu.
"Konyol nian aturan zaman sekarang, kami ini masyarakat serba bingung dibikin tambah bingung. Minyak naik, minyak turun, minyak ilang," ujarnya. Dia mengatakan pembuat kebijakan harus lebih sadar diri, karena mereka diberikan jabatan dan amanah mengurus rakyat bukan justru sebaliknya menjadikan masyarakat sebagai objek uji coba aturan.
Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan berjalannya program implementasi program bahan bakar nabati (BBN) B35 mulai 1 Februari 2023. Keputusan ini dimuat dalam SE Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Nomor : 10.E/EK.05/DJE/2022 Tentang Implementasi Penahapan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak jenis minyak solar dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. “Pencampuran BBN jenis biodiesel dengan proporsi 35 persen (B35) ke BBM Jenis Minyak Solar mulai berlaku 1 Februari 2023,” tulis surat edaran tersebut.
Sebelumnya, seiring rencana penerapan B35 di 2023, Kementerian ESDM meningkatkan alokasi kebutuhan biodiesel sebesar 13,14 juta kiloliter atau naik dari tahun lalu 11 juta kiloliter. Penyalurannya didukung 21 badan usaha BBN dengan kapasitas terpasar 16,6 juta kiloliter. "Estimasi kebutuhan Biodiesel untuk mendukung implementasi B35 sebesar 13,14 juta kiloliter atau meningkat sekitar 19 persen dibandingkan alokasi tahun 2022 sebesar 11 juta kiloliter," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangnnya, akhir pekan lalu. (zul/bis/lid/kur/fad)