https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Budaya Sanjo, Tradisi Unik yang Masih Dipertahankan Wong Kito Galo

SANJO : Tradisi sanjo menjadi budaya warga Palembang yang tetap dipertahankan. -FOTO-

PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID - Bagi warga Palembang yang terkenal dengan slogan Wong Kito Galo, tradisi sanjo di hari lebaran hingga saat ini tetap dipertahankan dan dilestarikan.

Istilah Sanjo adalah kegiatan bertamu atau saling mengunjungi sanak kelurga, keluarga terdekat, ataupun tetangga saling bermaaf-maafan saat hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.

Budaya sanjo ini dilakukan oleh keluarga paling muda untukmengunjungi rumah orang tua atau sanak keluarga tertua atau yang dituakan.

Sanjo saat hari raya lebaran dilakukan setiap sudut kota Palembang selepas Sholat Idul Fitri atau shalat Idul Adha.

BACA JUGA:Empat Jam Sanjo, Langsung Serbu Mall, Lebaran Buka Jam 12, Siapkan Fun Carnaval

BACA JUGA:Lestarikan Sanjo, Midang Hingga Sedekah Ramo

Dalam tradisi ini, sanjo ke tempat keluarga terlebih dahulu, ada juga yang saling mengunjungi antar bertetangga.

Mantan Ketua Lembaga Adat kecamatan Sako, Kota Palembang, Letkol Purn Abdullah Karim mengatakan sebenarnya sanjo biasa dilakukan setiap saaat.

Namun sanjo berlebaran memiliki makna berbeda.

"Yang jelas dengan Sanjo, kita dapat menjaga jalinan silaturahmi. Dimana selain bersalaman juga akan ada makan bersama," jelasnya.

BACA JUGA:Polisi Sanjo, Tempel Stiker Maklumat Larangan Membakar Lahan, Ini Isinya!

BACA JUGA:Tradisi Sanjo atau Rumpakan Ala Wong Palembang, Ritus Budaya yang Mulai Ditinggalkan

Pria yang kini berusia 84 tahun ini mengatakan khusus untuk di hari raya atau lebaran mengucapkan mohon maaf lahir batin.

"Dan, biasanya akan ada pemberian uang atau dikenal tunjangan hari raya (THR) bagi anak-anak atau kerabat keluarga yang belum bekerja," tuturnya.

Dikataknnya, biasanya dalam sanjo tersebut tuan rumah akan menyajikan hidangan khas lebaran, mulai dari ketupat beserta opor dan rendangnya, pempek, bahkan kue-kue khas Palembang seperti kue delapan jam dan kue maksuba.

Inti dari tradisi sanjo tersebut untuk menyambung tali silaturahmi sehingga bisa tetap berkumpul bersama keluarga, setidaknya di hari lebaran.

BACA JUGA:Program Polisi Sanjo, Jaga Kondusivitas Jelang Pemilu

BACA JUGA:Apriyadi Bareng Forkopimda dan OPD Sanjo ke Gubernur Sumsel

"Nah, disitu setelah mungkin di hari biasanya terlalu disibukkan dengan pekerjaan dan kegiatan masing-masing," jelasnya.

Sementara itu, Ustadz Ahmad Firdaus SAg MSi mengatakan, tradisi sanjo menjadi salah satu budaya yang selalu dilakukan saat menyambut Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha di Palembang.

"Tradisi Sanjo ketika lebaran ini mampu menjadi salah satu bentuk ungkapan kegembiraan serta rasa syukur atas datangnya Hari Raya Idul Fitri," tuturnya.

Selain itu juga, Sanjo juga menjadi ajang guna mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan antarwarga Palembang.

BACA JUGA:Usai Sanjo, Mall Jadi Tongkrongan 

BACA JUGA:Ini 4 Etika-Etika Penting dalam Halalbihalal saat Lebaran

"Sanjo diartikan sebagai “Bertamu”. Tetapi, makna bertamu tersebut lama kelamaan mungkin jadi bergeser kepada bertamu saat lebaran," jelasnya.

Alumni Fakultas Tarbiyah UIN Raden Fatah menjelaskan tradisi Sanjo merupakan kearifan lokal yang selayaknya dipertahankan dan dilestarikan.

"Bayangkan, betapa senangnya bisa silaturrahim sesama keluarga di hari lebaran. Saling kunjung-mengunjungi sembari bermaaf-maafan," paparnya.

Karena itu, Sanjo memang layak dilestarikan dan tetap dipertahankan warga Palembang.

BACA JUGA:Tak Afdol Berlebaran Tanpa Menikmati Cakat Stempel

BACA JUGA:Kenang-Doakan Keluarga, Kebiasaan Ziarah di Hari Lebaran

"Kegiatan ini bentuk silaturahmi dalam menjalin hubungan baik sesama manusia yang sesuai dengan diperintahkan Allah SWT," pungkasnya. (irf)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan