Kejati Panggil Kajari-JPU Lahat
*Soal Tuntutan 7 Bulan Kasus Pemerkosaan Siswi SMA
*Kementerian PPPA Justru Beri Apresiasi, UU SPPA Diterapkan
PALEMBANG - Bukan hanya vonis 10 bulan terhadap dua dari tiga pemerkosa siswi SMA di Lahat yang dipertanyakan. Tapi juga tuntutan yang hanya 7 bulan, dinilai terlalu rendah untuk kasus ini. Hanya karena keduanya masih anak di bawah umur. Karena viral, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumsel, Sarjono Turin SH MH pun angkat bicara.
Sarjono menegaskan, Kejati akan segera mengambil sikap dengan meminta penjelasan Kajari dan JPU yang kasus ini. "Dalam waktu dekat akan kita panggil Kajari Lahat dan JPU-nya. Kita minta penjelasan terkait pertimbangan melakukan tuntutan selama 7 bulan dalam perkara dimaksud," katanya, kemarin (7/1).
Baca juga : Soal Pelantikan Wabup Muara Enim, Dua Kubu Saling Berhadapan Menurutnya, apabila dalam penjelasan dan klarifikasi JPU yang menangani perkara ini ditemukan adanya kesalahan atau kesengajaan, tidak mengikuti SOP dalam proses penuntutan ataupun prapenuntutan, maka akan diambil tindakan tegas.
Baca juga : Beredar Isu Masih Ada Pelaku Lain, Polres Lahat Siap Dalami Kasus Pemerkosaan Bergilir"Kalau memang ada unsur kesengajaan, kita akan sanksi tegas JPU maupun pejabat struktural diatasnya," tegas Kajati. Terkait dorongan pengacara kondang Hotman Paris agar Kejari Lahat melakukan banding, Sarjono menegaskan hal itu tidak bisa dilakukan. Sebab, vonis hakim 10 bulan sudah lebih tinggi dari tuntutan JPU yang hanya 7 bulan.
"Jadi tidak ada alasan dan pertimbangan bagi JPU untuk banding, tuntutan sudah terpenuhi," katanya. Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian PPPA,, Robert Parlindungan Sitinjak mengapresiasi kinerja jaksa Kejari Lahat yang dinilai telah profesional menjalankan tugasnya.
“Putusan ini juga membuktikan bahwa tindakan penyidik Polres Lahat dan hakim Pengadilan Negeri Lahat telah mematuhi dan mempedomani ketentuan lex specialis UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” bebernya.
Kementerian PPPA akan terus mengawal setiap kasus anak di seluruh daerah. Memastikan penerapan UU SPPA dengan segala bentuk upaya menjauhkan anak dari peradilan. Juga memastikan para Aparat Penegak Hukum (APH) baik polisi, jaksa, dan hakim agar tetap mematuhi dan mempedomaninya. Baca Juga: Empat Hal Jadi Permasalahan Advokat Selama Ini. Apa sajakah itu?
Robert mengapresiasi seluruh APH, khususnya Kajari Lahat, Nilawati SH MHd dan jajaran yang secara profesional dan sangat memahami ketentuan hukum peradilan anak serta sangat responsif peduli pada perlindungan anak.
Menurut dia, jaksa Kejari Lahat menuntut 7 bulan penjara pasti telah mempertimbangkan prosedur dan ketentuan UU SPPA lex specialis. Kementerian PPPA mendorong APH memperberat hukuman pada pelaku dewasa yang belum masuk tahap sidang.
Karena, pelaku dewasa itu mengajak dua pelaku anak melakukan tindakan pidana kekerasan seksual terhadap korban. “Harapannya segera dilimpahkan ke PN Lahat dan dihukum sesuai perbuatannya untuk memberikan efek jera kepada pelaku,” tukasnya.
Kajari Lahat Nilawati SH MH mengatakan, berdasarkan Pasal 3 huruf (g), huruf (h) dan Pasal 79 ayat 3 UU SPPA No 11/2012, JPU menuntut kedua terdakwa yang masih di bawah umur itu dengan tuntutan 7 bulan dikurangi masa tahanan dengan perintah tetap ditahan. Tuntutan dibacakan dalam persidangan 29 Desember 2022.
“Sebab, UU SPPA No 11/2012 mengamanahkan sistem peradilan pidana anak di laksanakan berdasarkan asas perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak dan lainnya. Perampasan kemerdekaaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir,” tuturnya.
Kapolres Lahat AKBP Eko Sumaryanto SIK MSi, menyatakan, sebelummya laporan yang masuk adanya tindak pemerkosaan. Saat pemeriksaan, para tersangka dan korban tidak memberikan keterangan bahwa ada yang meraba-raba. “Namun adanya keterangan terbaru setelah kasus ini viral akan kami dalami lagi,” tandasnya. (nsw/gti/ril)