Penegakan Hukum di Hulu dan Hilir Belum Maksimal, Kapolda: Apa yang Sudah Dilakukan Pemangku Kepentingan Lain?
Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK-Foto: Ist-
“Modal awal sekitar Rp100 juta, baru setahun buka. Produksinya dalam sebulan bisa sampai 10 kali masak. Satu kali masak bisa dapat untung Rp2 jutaan,” aku Hidayat, di hadapan Kasubdit VI/Tipidter AKBP Bagus Suryo Wibowo dan Kasat Reskrim Polres Muba AKP Bondan Try Hoetomo, kemarin.
Dalam kurun 3 hari sebelum terjadi ledakan itu, Hidayat bersama 3 pekerjanya mampu menghasilkan 16 ton BBM ilegal menyerupai solar. Artinya jika ditotal, dalam setahun terakhir dari bisnis ilegalnya itu Hidayat sudah mengantongi keuntungan sebesar Rp240 juta.
Tempat penyulingan minyak ilegalnya, berlokasi di tengah kebun sawit. Namun Hidayat belum terbuka soal pelanggannya. “Hanya orang-orang sekitar. Ada yang ngambil sendiri, ada yang minta diantar," aku Hidayat, warga Dusun II, Desa Teluk Kijing 1, Kecamatan Lais, Muba.
Berbagai Pihak Paparan Diplomatis
Rakor Penanganan Illegal refinery di wilayah Kabupaten Muba, kemudian dilanjutkan dipimpin Wakapolda Sumsel Brigjen Pol M Zulkarnain SIK MSi. Dirreskrimsus Kombes Pol Bagus Suropratomo SIK, memaparkan hasil penindakan illegal drilling sepanjang tahun 2023 oleh Polda Sumsel dan jajarannya.
Lalu, Asisten 2 Setda Muba Andi Wijaya Busro SH MH, juga menyampaikan terkait dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh praktik illegal refinery. “Di antaranya marak terjadinya peredaran gelap narkoba, minuman keras,” sebutnya dalam rakor.
Penjualan minyak tidak sesuai standar Pertamina, berakibat terjadinya kerusakan pada mesin kendaraan dan alat berat industri masyarakat. “Selain itu, terjadinya konflik sosial di masyarakat, hingga seringnya kecelakaan kerja dari ledakan yang terjadi, bahkan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa," papar Andi.
Dampak lain adalah menimbulkan kerugian negara karena minyak hasil Illegal refinery dijual secara bebas melalui black market (pasar gelap). "Solusi yang telah kami sampaikan, meliputi 6 aspek tata kelola. Meliputi kelembagaan, keselamatan kerja, perjanjian kerja sama, penguatan kapasitas, pengelolaan produksi dan permodalan," sebutnya.
BACA JUGA:Kualat, Tetap Beroperasi di Masa Penertiban, Tempat Penyulingan Minyak Ilegal Ini Terbakar
BACA JUGA:Wow, Dapati Tungku Masak Raksasa Kapasitas 8 Ribu Liter di Kompleks Penyulingan Minyak Ilegal
Kabid Energi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumsel Dr Aryansyah ST MT, meminta peserta rakor untuk bisa membedakan antara sumur tua dan illegal refinery. "Sumur tua itu ada dasar hukum yang mengatur pengelolaannya. Tapi kalau illegal refinery tidak ada dasar hukumnya," ucapnya.
Aryansyah mengaku sudah sejak 2012 silam, mengurusi masalah illegal drilling. Dia mengaku kaget mendengar istilah illegal refinery. Masyarakat awam Muba sebelumnya menyebut, masakan minyak. "Kenapa sekarang ada istilah refinery? Karena ada demand atau permintaan ada yang beli," paparnya.
Penyebabnya, karena disparitas (perbedaan) harga yang tinggi antara solar subsidi (Bio Solar) dengan solar industri. Selisih hingga Rp16 ribu per liternya. "Ini terjadi karena adanya permintaan dari pelaku-pelaku usaha yang nakal, menggunakan (bio) solar sebagai bahan bakar utamanya,” duganya.