Filosofi Fhang Sheng, Kebaikan yang Lestarikan Mahluk Hidup

TAWARKAN: Para pedagang burung di Pulo Kemaro menawarkan dagangannya kepada salah satu pengunjung yang ingin menjalankan ritual Fhang Sheng saat Cap Go Meh. Pelepasan satwa ke alam liar ini punya filosofi membebaskan penderitaan.-Foto: evan/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Tidak lama lagi,  warga keturunan Tionghoa akan merayakan imlek tepatnya 10 Februari 2024. Selang 15 hari kemudian, tepatnya 22-23 Februari 2024, dilanjutkan dengan perayaan Cap Go Meh. 

Nah, Cap Go meh sendiri merupakan malam ke-15 setelah perayaan Imlek. Di Sumatera Selatan, khususnya kota Palembang sudah dapat dipastikan warga keturunan Tionghoa bakal berbondong-bondong ke pulau penuh misteri yakni pulau Kemaro. Ada banyak ritual yang bakal mereka selenggarakan. Mulai memotong kambing, sembahyang hingga melepaskan sepasang burung. 

Burung sendiri sebenarnya memiliki banyak makna dan filosofi. Dalam pernikahan, burung merpati bermakna kesetiaan. Di Eropa burung hantu bermakna kebijaksanaan. Sementara burung garuda memiliki makna kekuatan dan kejayaan bagi Indonesia.

Itu pula yang berlaku bagi warga keturunan Tionghoa saat perayaan Imlek hingga Cap Go Meh. Di wilayah pulo Kemaro, sejumlah orang yang tengah melakukan ritual ibadah melepaskan burung sebagai makna melepas keburukan dalam hidup. 

BACA JUGA:Bukan Hanya Barongsai, Yuk Mengenal 9 Tradisi Imlek di Indonesia

BACA JUGA:Sejarah Barongsai, Jejak Kesenian yang Meriahkan Perayaan Imlek

Ketua perwakilan umat budha Indonesia (Walubi) Sumsel Tjik Harun, mengatakan, sebenarnya melepas mahluk hidup tidak hanya Ketika Imlek ataupun Cap Go Meh. “Kapan saja, setelah habis sembahyang juga di Kelenteng juga boleh,” terangnya. 

Kalaupun di seputaran pulau Kemaro, banyak yang melepas burung dikarenakan banyak pedagang burung yang datang ke sana. “Jadi kepercayaan kami, Ketika melihat orang akan menyembelih ayam. Dan kita melihat dalam pandangan pertama, selanjutnya kita beli ayam yang akan dipotong tadi. Selanjutnya ayam itu  dilepas pada habitatnya, Itu sudah merupakan kebaikkan,” kata Harun. 

Soal ritual melepas burung sifatnya kembali pada masing-masing individu.  Tapi intinya ritual fhang sheng, yakni melepaskan Binatang ke alam bebas sudah tentu baik. “Tapi ada makna  lain dibalik masing-masing individu. Bisa jadi mereka melepaskan atau membayar nazar, untuk ucapan terimakasih. Karena nazarnya sudah terpenuhi. Selain itu, membuang kesialan melepaskan kekurangan negative atau melepaskan beban mereka. Makna beban terlepas, jadi banyak sekali arti positif,” kata dia. 

Melepaskan makhluk hidup sendiri tidak serta merta semuanya harus burung. Bisa juga mahluk hidup lainnya.  “Fhang sheng atau melepaskan Binatang yang paling  bagus Ketika orang akan membantai hewan, kita beli dan lepaskan. Artinya kita melepaskan penderitaan Binatang tersebut,” ulangnya. 

Begitu juga melepaskan ikan. Meurut Tjik Harun, harus dilepaskan dialam bebas seperti Sungai Musi. “Itupun dalam melepaskan ikan, hendaknya banyak orang tidak tahu. Sehingga ikan tersebut akan bebas hidup di alam liar. Selain itu, dengan dilepaskannya ikan ke alam liar, sudah membantu pemerintah untuk melestarikan habitat atau budidaya ikan di sungai,” paparnya. 

BACA JUGA:Sejarah Perayaan Imlek Indonesia: Dilarang Dirayakan di Muka Umum hingga Ditetapkan Menjadi Libur Nasional

BACA JUGA:Resep Lontong Cap Go Meh, Hidangan Spesial yang Membuat Keluarga Bahagia Dihari Imlek

Sementara itu, salah seorang yang biasa menjual burung di pulau Kemaro, Edi, mengatakan jika dirinya menjual burung ke pulau kemarau sebagai hasil tahunan. “Perayaan Cap Go Meh, kan setahun cuma sekali. Dan dalam setahun itu juga kita menjual burung. Biasanya yang banyak dibeli oleh tamu atau jamaat pulau Kemaro, adalah burung pipit. Namun untuk mereka yang memiliki uang banyak biasanya membeli burung merpati,” kata dia. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan