Ungkap Strategi Hadapi Dinamika Global
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memberi kabar baik soal kondisi ekonomi global. Menurutnya, inflasi dunia kini terlihat lebih terkendali. Hal ini didorong oleh harga energi yang cenderung menurun dan tak sesuai perkiraan awal karena iklim yang lebih panas. Selain itu didorong kebijakan net zero Covid di Tiongkok.
“Sehingga terjadi kalibrasi terhadap resesi. Walaupun permintaan luar negeri menurun dan pertumbuhan perdagangan hanya tumbuh 1,6 persen dari tahun lalu yang 4 persen,” kata Menko Airlangga dalam konferensi pers, Senin (30/1).
Terkait kondisi tersebut, pemerintah mengungkap sejumlah strategi guna menghadapi dinamika ekonomi global. Yakni, mendorong belanja dalam negeri serta mendorong konsumsi dan investasi. Baca juga : Soal Pupuk Subsidi, Herman Deru Sebut Teriakan Petani Sudah Terjawab
Ia juga menyebut, ada sejumlah sektor yang diharapkan bisa mendukung strategi dalam bidang peningkatan konsumsi dan investasi. Sektor tersebut, meliputi sektor industri dan sektor pariwisata. “Kita lihat sinyal positifnya ada. Sinyal positif dari Purchasing Manager Index (PMI) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), angka di bulan januari 53,3 dan production level 56,2,” ungkapnya.
Ia menambahkan, optimisme RI juga ditunjukkan dengan angka order from customer yang berada di angka 55. “Tentunya juga kita melihat impor kredit dan yang lain arahnya positif, serta pertumbuhan ekonomi kita didorong konsumsi dan ekspor. Kita harus menjaga permintaan domestik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dari PMI yang positif ini Pemerintah melihat pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat ditopang oleh angka kepercayaan atau convidence konsumen di atas 100. Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat mulai positif dan dari sektor perindustrian dari rilis yang dikeluarkan tercatat kepercayaan industri positif sebesar 51,4 persen dan 17 sektor di antaranya tumbuh di atas 50.
“Artinya 17 sektor naik Indeks Kepercayaan Industri (IKI), mulai dari pengelolaan tembakau, logam, peralatan listrik, mesin, logam dasar, makanan, alat angkutan, kemudian industri kertas juga di atas 50 dan beberapa sektor yg masih di bawah, antara lain pakaian jadi dan komputer,” tandasnya. (jp/fad)