Target Produsen EV Battery Terbesar di Asia Tenggara
CHARGING STATION : Hyundai IONIQ 5 mengisi energi listrik di charging station yang disediakan oleh PLN di salah satu SPKLU di Palembang. -Foto : ALFERY/Sumeks-
"Mereka tidak memaksa kita untuk melakukan sesuatu yang hanya menguntungkan Korea, tetapi bersama–sama membangun ekosistem baterai EV di Indonesia, yang industrinya dipimpin oleh perusahaan Korea," ujarnya.
Dalam membangun ekosistem EV, Indonesia bekerja sama dengan Korea menjalankan strategi awal yakni mengundang industri hilir terlebih dahulu yang harapannya akan diikuti oleh industri hulunya.
Ajakan ini langsung direspons positif Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution yang membangun pabrik sel baterai dan battery system pertamanya di Indonesia, di bawah bendera PT Hyundai LG Industry (HLI) Green Power.
Berlokasi masing-masing di Karawang dan Cikarang, Jawa Barat, pabrik sel baterai HLI berdiri di lahan seluas 330.000 meter persegi dengan dana investasi mencapai USD 1,1 miliar (hampir Rp17 triliun). Fasilitas ini bisa menghasilkan sel baterai lithium-ion dengan total kapasitas 10 GWh per tahun untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 150.000 unit BEV.
Lalu, pabrik battery system Hyundai Energi Indonesia yang dibangun di lahan seluas 32.188 meter persegi dengan menghabiskan dana sebesar USD 60 juta (Rp922 miliar), ditarget dapat memproduksi maksimal 50.000 unit Battery System Assembly (BSA) untuk BEV tiap tahunnya.
Kedua pabrik baterai tersebut akan beroperasi secara berkesinambungan untuk memasok sel baterai dan battery system ke BEV Hyundai yang diproduksi di dalam negeri oleh PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia. Ketika produksi massal sel baterai dan battery system dimulai pada April 2024, maka kendaraan listrik dengan baterai buatan lokal akan diproduksi untuk pertama kalinya di Indonesia.
Dengan target produksi 30 juta baterai sel yang akan bisa digunakan untuk memproduksi kurang lebih 180 ribu mobil, PT HLI akan menjadi produsen baterai EV terbesar di Asia Tenggara. "Ini merupakan indikasi jelas bahwa di masa depan, setidaknya pada 2025 atau 2030, tidak ada negara yang berminat pada nikel dan baterai EV bisa mengabaikan Indonesia. Pasalnya, Indonesia akan mendominasi 30 persen pasokan nikel global untuk baterai EV ini," tutur Ichwan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Korea (KOCHAM) di Indonesia, Lee Kang Hyun, menilai pemerintahan Presiden Jokowi telah menyusun peta jalan yang jelas dan lengkap untuk pengembangan ekonomi hijau di Indonesia, termasuk untuk membangun ekosistem EV.
Namun, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Korea, Indonesia disebutnya sedikit terlambat untuk memulai. Korea sudah hampir 10 tahun menggarap energi hijau di semua bidang. Ekosistem EV Korea juga sudah maju untuk mencapai zero emission.
Hyundai Motor, misalnya, telah dikenal sebagai salah satu pionir dalam industri mobil listrik dengan produknya seperti IONIQ 5.
Meskipun pangsa pasar produk Hyundai di Indonesia baru mencapai sekitar 5 persen, tetapi perusahaan otomotif Korea itu berambisi untuk terus memajukan produknya dan merebut pangsa pasar kendaraan bermotor di Indonesia yang selama 50 tahun terakhir dikuasai oleh Jepang.
Lebih lanjut mengenai pengembangan EV di Indonesia, Lee menyoroti perlu ditambahnya stasiun pengisian kendaraan listrik. Hyundai sendiri disebutnya masih mengusahakan kerja sama ini dengan PT Jasa Marga dan PT PLN.
Pemerintah Indonesia perlu membuat aturan agar lebih banyak charging stations, misalnya mengharuskan gedung baru untuk membangun charging station EV. (jp/fad)