Target Produsen EV Battery Terbesar di Asia Tenggara
CHARGING STATION : Hyundai IONIQ 5 mengisi energi listrik di charging station yang disediakan oleh PLN di salah satu SPKLU di Palembang. -Foto : ALFERY/Sumeks-
PALEMBANG - Menandai 50 tahun hubungan bilateral Indonesia-Korea Selatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan Presiden Yoon Suk Yeol belum lama ini. Kedua pemimpin membahas penguatan kerja sama ekonomi serta peningkatan nilai perdagangan dan investasi kedua negara.
BACA JUGA:Cas Kendaraan Listrik di Rumah, PT PLN Mulai Layani Pemasangan Home Charging
BACA JUGA:PPN DTP untuk Kendaraan Listrik
Dalam kesempatan itu, pemerintah Indonesia dan Korea menandatangani nota kesepahaman kerja sama (Memorandum of Understanding/MoU) untuk ekosistem kendaraan listrik (electronic vehicle/EV). Rencana kerja sama yang dituangkan dalam MoU tersebut mencakup semua alat transportasi yang digerakkan oleh listrik, seperti kendaraan listrik baterai (BEV) dan kendaraan listrik sel bahan bakar (FCEV) guna mendukung pengembangan ekosistem EV di Indonesia.
Melalui MoU tersebut, kedua negara sepakat bekerja sama dalam membangun infrastruktur produksi, pengisian daya dan pemeliharaan EV, pelatihan dan pertukaran tenaga kerja untuk pemeliharaan, manufaktur, dan penelitian terkait ekosistem EV, serta peningkatan sistem dan kebijakan untuk perluasan mobilitas elektronik.
BACA JUGA:Bengkel Konversi Kendaraan Listrik Masih Minim
BACA JUGA:Temui Menhub, UIN Raden Fatah Ungkap Bakal Bangun Ekosistem Kendaraan Listrik di Kampus
Penandatanganan MoU itu sejalan dengan pembahasan kedua kepala negara guna mendorong pengembangan industri EV melalui percepatan investasi perusahaan Korea di Indonesia, salah satunya proyek Grand Package Konsorsium LG untuk pembangunan pabrik katoda di Batang, Jawa Tengah, dan baterai sel di Karawang, Jawa Barat.
Ke depannya, kerja sama di sektor industri otomotif, khususnya pada ekosistem baterai EV, menjadi target penguatan kerja sama kedua negara karena Korea dikenal sangat maju dalam teknologi penyimpanan energi.
Keunggulan teknologi Korea dinilai pas untuk 'dikawinkan' dengan potensi Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar dunia, untuk memproduksi baterai EV yang bisa dipasarkan secara global.
"Kelebihan dari baterai berbahan nikel ini adalah karena memiliki kapasitas penyimpanan energi dalam jumlah lebih besar, yang bisa digunakan EV untuk perjalanan yang lebih jauh," kata Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan, dalam lokakarya yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia dan Korea Foundation.
Dengan mengundang negara yang memiliki teknologi, modal, serta dikenal di pasar global seperti Korea Selatan, Indonesia berharap bisa mendorong kebijakan hilirisasi industri agar menciptakan nilai tambah di dalam negeri untuk bahan-bahan baku yang dimiliki.
Sebagai negara yang memiliki cadangan nikel mencakup sekitar 23 persen secara global, Indonesia pantas mensyaratkan hal tersebut kepada setiap negara yang ingin bekerja sama guna menyokong ekonomi dan kesejahteraan kedua bangsa.
"Ini yang Indonesia tawarkan, kami ingin mengajak Anda bekerja sama dalam hilirisasi industri dan Korea merupakan salah satu negara yang kami nilai maju dan dapat menyikapi hal ini dengan sangat positif," kata Ichwan.