Wisuda Sekolah Dinilai Pemborosan

MURATARA - Anggota DPRD Muratara, M Hadi sekaligus ketua DPC PPP Muratara mengaku prihatin dengan adanya acara perpisahan yang dilaksanakan di beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Muratara.

"Biaya perpisahan atau wisuda itu dibebankan kepada wali murid, kegiatan seperti ini, menimbulkan konflik perekonomian di lingkungan masyarakat," katanya.

Menurutnya, informasi beredar setiap wali murid dibebankan Rp200 ribu untuk pelaksanaan wisuda atau perpisahan.

Jika wali murid merupakan orang yang mampu, tentunya tidak masalah, tapi jika orang tua/wali murid termasuk orang tidak mampu, ini akan jadi masalah.

"Mereka dipaksa berutang, belum lagi memikirkan anaknya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya dan ini akan menjadi beban bagi mereka.

Harus ada kontrol yang jelas di sini," timpalnya.

Karena itu, ia meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Muratara, mengontrol kegiatan perpisahan tersebut. "Jangan sampai terjadi konflik perekonomian di masyarakat.

Jika anak tidak mengikuti acara wisuda mereka akan merasa malu, minder terhadap anak-anak sebaya mereka dan tidak menutup kemungkinan anak tersebut akan dibuli dan diejek oleh teman-temannya," tuturnya.

Sementara itu, sejumlah ibu rumah tangga (IRT) menganggap sebagai pemborosan dan memberatkan perekonomian wali murid. 

"Pendidikan kito sekarang lebih basak gaya daripada mutu. Tamatan PAUD wisuda tamatan kuliah jugo wisuda, idak ado beda," keluh Nisa, warga Kecamatan Rupit, Saat dibincangi Jumat (23/6).

Dia mengaku, saat ini populer acara wisuda bagi anak PAUD dan TK di Muratara saat ini menjadi momok menakutkan bagi wali murid,

karena mereka akan dimintai setoran mulai dari Rp150-250 ribu/siswa.

Bahkan di daerah lain luar Muratara, acara wisudah jauh lebih tinggi jika di banding di Muratara sendiri. Tarif cukup beragam mulai dari Rp500 ribu sampai Rp1,5 juta/siswa.

 "Untuk anak Paud, TK itu dak perlulah ado wisuda, terasa berat bagi wali murid, apo lagi yang ekonomi pas pasan.

Belum lagi mau lanjut masuk SD, beli seragam beli buku daftar sekoah dan lain lain," timpalnya.

Warga berharap, kegiatan seperti ini harus dilarang keras dan dihapuskan secara permanen.

Dan sudah menjadi peranan pemerintah, khususnya dinas pendidikan untuk melakukan terobosan, membuang sistem pendidikan yang buruk dan tidak bermutu.

"Hampir merata keluhan ibu ibu, yang anaknya sekolah paud dan TK, masalah wisuda anak, ado yang diminta patungan Rp250 ribu, ado Rp500 ribu," timpalnya. (zul)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan