Tuding Ada Intrik Gulingkan Ketua Yayasan
PALEMBANG - Di hadapan majelis hakim yang diketahui Hakim Edi Palawi SH MH, tim penasihat hukum tergugat ahli waris menghadirkan saksi Amir Husein, seorang notaris di PN Palembang, Selasa (23/5).
Notaris Amir Husein, SH MHum dihadirkan sebagai saksi perkara sengketa 13 bidang tanah dan bangunan milik Universitas Bina Darma (UBD) Palembang, antara penggugat UBD Palembang dan tergugat berapa ahli waris.
Usai sidang Kuasa Hukum Penggugat Bina Darma, Fajri Yusuf Herman, menjelaskan dalam persidangan pihak kuasa hukum tergugat mempertanyakan kepada saksi apakah pada waktu itu sesuai dengan anggaran dasar, namun kemudian saksi ditanya majelis hakim dan pihaknya menanyakan hal yang sama kepada saksi sebagai notaris.
"Lalu menurut saksi yang dituangkan adalah akta perdamaian, kemudian kami kembali bertanya konten dari akta perdamaian itu menjadi tanggung jawab notaris sebagai penanggung jabatan notaris atau para pihak," ungkapnya.
Jadi, kata dia, notaris menyatakan itu tetap sah karena draft itu berasal dari para pihak sendiri, sehingga tanggung jawab konten dan kelanjutannya para pihak yang hadir.
“Kami bertanya kepada saksi notaris apakah pernah ada upaya pembatalan atau tidak setuju dengan akta itu? Tapi jawabnya nggak ada,” tambahnya.
Sementara itu, sesuai persidangan pihak tergugat ahli waris melalui tim kuasa hukumnya, Novel Suwa SH MH, mengatakan, dirinya dari pihak tergugat menghadirkan saksi dari notaris bernama Amir Husien.
Amir Husin ini orang yang membuat akta perdamaian, perdamaian tadi dijelaskan majelis hakim bahwa perdamaian itu adalah orang yang kedua pihak.
"Ternyata dalam persidangan hakim mengucapkan kepada saksi notaris Amir Husin, bahwa dalam UU Notaris tidak boleh ada tekanan segala macam, secara psikologi tidak boleh," tegas Novel.
Contohnya yang terjadi tahun 2021, di situ tergugat mendapat tekanan masalah laporan polisi. Yang tadi dibahas masalah laporan polisi dan tekanan dia jadi tersangka, jadi ketua yayasan yang dulu tertekan, dengan laporan polisi.
"Secara tidak langsung dan kode etik, tidak dibenarkan perdamaian itu. Dalam persidangan sudah dijelaskan majelis hakim," ungkapnya.
Kemudian disitu terungkap antara mereka tidak datang secara kebersamaan, bagaimana bisa perdamaian itu terjadi dan duduk bersama menghadap notaris.
Ternyata mereka datang satu persatu antara pihak pelapor dan terlapor, itu jaraknya hampir 2 jam secara tertulis di sini jelas. Lanjut Novel, kemudian tidak boleh laporan lain seolah-olah ada penekanan semua.
"Jadi di sini jelas tidak ada penggelapan aset mana yang digelapkan, di situ jelas bahwa empat nama pendirinya satu Buchori, Suheriatmono, Riva Ariani, dan Zainudin Ismail termasuk lah klien kami. Kami jelaskan di sini bahwa tidak ada namanya penggelapan," jelas Novel.
Ia juga mengatakan, mengapa dirinya bisa mengatakan demikian karena saat gelar perkara tidak bisa dibuktikan.
“Karena posisi klien kami juga sebagai korban dan di sini dijelaskan tidak ada namanya penggelapan yayasan lantaran dia adalah ketua yayasan..
Kalau itu benar, silakan cek, masalah tersangka tadi apakah itu sudah di-SP3 atau belum. Boleh dicek teman-teman sekalian," tuturnya.
Ia juga menilai itu adalah politik menggulingkan Ketua Yayasan. "Jadi kami membantah semua apa yang dikatakan pihak penggugat.
Kami kan ada hak jawab, jadi sesuai fakta persidangan, majelis juga mempertanyakan tadi," tutupnya. (ril/kms/fad)