Tujuh Siswa SD di Palembang Keracunan Susu Gratis, Diduga Diberi Pedagang Rujak
KERACUNAN: Suasana SD Negeri 182 Kalidoni, Kamis (31/7), sehari usai insiden keracunan yang menimpa 7 siswa sekolah tersebut terlihat beraktivitas seperti biasa. (Foto : Zulkarnain/Sumeks)--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Tujuh pelajar kelas 5 di SD Negeri 182 Kalidoni, dilaporkan mengalami keracunan.
Sebelumnya, mereka menerima dan meminum susu yang dibagikan secara gratis diduga oleh pedagang rujak berinisial D di pagar sekolah.
BACA JUGA:Dinkes dan BBPOM Sikat Produk Makanan Berbahaya di Muba, Usai Siswa SD Diduga Keracunan
BACA JUGA:Konsumsi Snack, 10 Pelajar Keracunan
Kejadiannya berlangsung, Rabu (30/7), sekitar pukul 09.30 WIB. Akibat peristiwa itu, dua dari tujuh pelajar tersebut saat ini masih menjalani perawatan medis.
Bagaimana kejadiannya?Informasi dihimpun, peristiwa bermula saat proses belajar mengajar tengah berlangsung dalam suasana yang sedikit terganggu akibat pembangunan lapangan sekolah.
Saat jam istirahat, seorang pria tampak membagikan susu kepada murid-murid dari balik pagar depan musala sekolah.
Meskipun sempat dicegah oleh satpam dan penjaga sekolah yang berjaga rutin di pintu gerbang, pria tersebut tetap membagikan susu yang dikemas dalam kantong es plastik.
"Penjaga sekolah sudah sempat mengingatkan dan mengarahkan orang itu agar jangan sembarangan, tapi dia (pelaku, red) tetap membagikan susu,” ungkap Kepala SDN 192 Kalidoni, Hugganah, Kamis (31/7).
Ada empat kantong yang dibagikan, totalnya 51 bungkus susu. “Satu kantong diambil anak-anak, dua lagi diserahkan ke guru piket dan langsung dibuang ke tempat sampah karena mencurigakan," tandasnya.
Usai minum susu tersebut, sekitar 15 menit kemudian, tujuh siswa mulai menunjukkan gejala mual dan muntah-muntah.
Pihak sekolah segera membawa para siswa ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS), lalu menghubungi puskesmas setelah kondisi salah satu siswa menunjukkan tekanan darah yang tinggi, mencapai 140.
Tiga siswa akhirnya dirujuk ke IGD Rumah Sakit Pusri. Salah satu dari mereka, bernama Sultan, sempat kembali ke rumah sebelum gejala muncul kembali.
Meski kondisi mereka stabil, kekhawatiran tetap menghantui para guru dan orang tua.
