Rumah Impian untuk Penyandang Disabilitas, BTN Wujudkan Program 3 Juta Rumah

Senin 10 Feb 2025 - 19:40 WIB
Reporter : Rendi
Editor : Edi Sumeks
Rumah Impian untuk Penyandang Disabilitas, BTN Wujudkan Program 3 Juta Rumah

“Tujuannya tak lain mengurangi backlog perumahan dan mengentaskan kemiskinan, makanya rumah layak huni ini diberikan cuma-cuma kepada kaum disabilitas, tukang becak, pemulung, kuli panggul, tukang sol sepatu yang belum punya rumah,” katanya. Mereka ini masuk daftar masyarakat miskin ekstrim di Kota Prabumulih. Pihaknya berharap program RITTA dari pemerintah dan Bank BTN terus berlanjut. “Masih banyak warga kita membutuhkan bantuan rumah layak huni,” pungkasnya. 

BACA JUGA:Keterbatasan Bukan Penghalang untuk Berkarya, Beri Akses Bagi Penyandang Disabilitas

BACA JUGA:OJK Luncurkan Pedoman Akses Pelayanan Keuangan untuk Penyandang Disabilitas

Memberantas Kemiskinan, Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2024 baru 77,02 persen rumah tangga di perkotaan Provinsi Sumsel memiliki rumah sendiri, 7,13 kontrak sewa, 14,63 persen bebas sewa, dan 1,23 persen dinas/lainnya. Di Indonesia, rumah tangga perkotaan punya rumah 79,36 persen, pedesaan 92,90 persen, dan perkotaan-pedesaan 84,95 persen. 

Dihitung dari jumlah kepala keluarga (KK) di Tanah Air mencapai 87,83 juta, berarti ada 13,21 juta (15,05 persen) KK/rumah tangga belum memiliki rumah. Mereka ini masuk kategori warga miskin. Setali tiga uang dengan backlog kepemilikan rumah. Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI pada Juni 2024 menunjukkan backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit tahun 2023, sementara Survei Sosial Ekonomi (Susenas) BPS 2024 mencatat tinggal 9,9 juta unit. 

Jika Program 3 Juta Rumah periode 2025-2029 terealisasi setiap tahun, dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan rumah 600-800 ribu unit per tahun, maka kurun waktu 5 tahun atau selama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, backlog perumahan di Indonesia akan tuntas. Ada beberapa langkah strategis pemerintah mewujudkannya, yaitu penyediaan lahan dari aset pemerintah atau BUMN/BUMD dan pelibatan dana CSR layaknya pada program RITTA. 

Modifikasi skema pembiayaan FLPP, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Rusunawa, Tapera. Penurunan suku bunga acuan BI, pelonggaran rasio LTV (loan-to-value), relaksasi (pembebasan) pajak properti seperti PPN dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dari Pemda, penghapusan retribusi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) untuk MBR. Kemudian mempermudah perizinan, memperkuat ekosistem perumahan, serta memperluas skema pembiayaan swadaya di pedesaan.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menjelaskan sebagai amanat Asta Cita, Program 3 Juta Rumah mendukung pencapaian Trisula Pembangunan, yaitu pengentasan kemiskinan 0 persen, pertumbuhan ekonomi 8 persen, dan pengembangan kualitas SDM. “Program ini menjadi langkah penting mewujudkan Indonesia Emas 2045. Nilai investasinya mencapai Rp412,5 triliun dan diproyeksi memacu pertumbuhan ekonomi RI hingga 1,68 persen, serta menyerap 380 ribu tenaga kerja,” ujar Rachmat.

Saat ini tren rata-rata pertumbuhan ekonomi RI sekitar 5 persen per tahun (yoy). Untuk menuju Indonesia Emas 2045 atau negara maju dengan pendapatan tinggi, setidaknya pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen supaya proyeksi GNI per kapita tahun 2045 masuk high income senilai US$ 18.790. Dengan penambahan dari sektor properti 1,68 persen, akan mendongkrak laju perekonomian menjadi 6,68 persen. 

Ekonom Sumsel dari Universitas Sriwijaya, Dr Suhel SE MSi mengakui Program 3 Juta Rumah akan memberikan banyak multiplier effect. “Pada sektor ekonomi, program ini mendorong sektor konstruksi dan properti. Ratusan ribu tenaga kerja bakal terserap dalam proyek ini, mulai dari pekerja bangunan, arsitek, hingga pengusaha material,” tuturnya. 

Selain itu memacu 174 sektor ekonomi lokal turunan, mulai dari industri semen, besi/baja, toko bangunan, ritel, transportasi, dan jasa lainnya. Meningkatkan akses kredit perumahan dengan bunga rendah, menambah PAD, menumbuhkan kawasan perumahan baru. “Di bidang sosial, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan hunian layak bagi MBR, mengentaskan kemiskinan, mengurangi kawasan kumuh, dan meningkatkan stabilitas sosial,” ujar Dosen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Unsri ini.

Namun berbagai tantangan merealisasikannya, seperti terbatasnya lahan perkotaan, harga material fluktuatif, distribusi rumah tak merata, MBR kesulitan mengakses kredit perumahan. “Solusinya, pemerintah memanfaatkan lahan kurang produktif dan mengembangkan perumahan vertikal, memberikan subsidi atau insentif bagi produsen bahan bangunan, hingga perencanaan pembangunan yang merata melibatkan Pemda,” lanjutnya. 

Tak kalah penting, bekerja sama dengan lembaga keuangan/perbankan menyediakan skema pembiayaan yang lebih fleksibel dan terjangkau. Karena Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia di pasar primer pada triwulan III 2024 menunjukkan, mayoritas konsumen melakukan pembelian rumah primer dengan KPR sebesar 75,80 persen, tunai bertahap 17,24 persen, dan tunai 6,96 persen. 

Sebagai raja KPR di Tanah Air, Bank BTN punya andil besar menyukseskan Program 3 Juta Rumah. Sejak tahun 1974, bank yang kini berusia 75 tahun itu menggarap serius segmen properti menjadi core business-nya. Tak heran jika kini BTN berhasil membiayai lebih dari 5,4 juta unit rumah untuk rakyat dan menguasai pangsa pasar KPR Subsidi 82,4 persen. 

“Saya kira BTN menjadi ‘kunci’ mewujudkan program pembangunan 2 juta rumah di pedesaan dan 1 juta rumah di perkotaan ini. Kita lihat track record-nya, sejak dulu BTN sudah populer membiayai perumahan rakyat, dengan bunga rendah dan tenor panjang, khususnya pada KPR Subsidi,” tambah Dr Suhel. Manfaat yang diterima Eko Handoko dan Masriyah hanya salah satu contohnya. Siapapun punya kesempatan mempunyai rumah idaman melalui BTN, meskipun ia seorang penyandang disabilitas maupun MBR. 

Kategori :