Masjid Kapal, Mitos Gua Naga hingga Beduk Kayu Unglen

Sabtu 11 Jan 2025 - 20:12 WIB
Reporter : Berry
Editor : Dede Sumeks
Masjid Kapal, Mitos Gua Naga hingga Beduk Kayu Unglen

SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID - Masjid Al Muttaqin di Kelurahan Saung Naga, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) memiliki sejarah panjang.

Masjid ini mulai dibangun pada zaman sebelum era kemerdekaan atau 1 Januari 1931. Masjid ini sudah berusia sekitar 94 tahun atau mendekati 1 abad.

BACA JUGA:Resmikan Masjid Al-Abduh, Menteri Agama: 'Masjid Bukan Megahnya, Tapi Manfaatnya Bagi Umat'

BACA JUGA:Mengenang Tragedi Tsunami Aceh: 2 Masjid Berdiri Kokoh jadi Saksi Bisu Ganasnya Ombak Tsunami

Salah satu masjid tertua di Kabupaten OKU ini juga terkenal dengan nama lain Masjid Kapal. Hal ini lantaran masjid yang berada pinggir Sungai Ogan ini dibuat layaknya berbentuk kapal.

Saat ini bagian samping masjid sudah ditata menjadi taman sehingga menambah keindahan view masjid di tepi sungai tersebut.

"Kalau konstruksi pagar berbentuk kapal ini dibuat sekitar tahun 1975," kata marbot Masjid Kapal, Hasan Basri.

Dibangun di atas batu karang dengan kontur berbentuk kepala kapal seperti sedang bersandar di dermaga.

Lokasi pertemuan aliran dua sungai, Sungai Ogan dan Lengkayap. Dari masjid ini juga disebut banyak melahirkan ulama di Kabupaten OKU.

Di bagian belakang Masjid Kapal pun kental mitos yang dipercaya warga soal adanya Gua Naga di bawah masjid, dari pintu masuk di pinggir Sungai Ogan.

Ini konon menjadi cikal bakal Desa Saung (Rumah) Naga. Konon aliran air dalam gua bawah tanah ini tembus ke daerah Peninjauan yang jaraknya puluhan kilometer.

"Zaman dulu ada yang melepas setandan kelapa masuk ke dalam gua," ceritanya. Sekitar 15 hari, tandan kelapa itu tembus sampai ke daerah Peninjauan.

Masjid ini juga masih memiliki beduk dengan bahan baku dari kayu unglen yang sudah berusia lebih 50 tahun.

Disebutkan, awal latar belakang berdirinya Masjid Kapal pada saat itu, ada keinginan masyarakat dan ulama dulu di Saung Naga yang ingin memiliki tempat ibadah sendiri.

Saat itu masyarakat Tanjung Agung punya dana pembangunan, tapi tidak punya lahan. Setelah musyawarah diputuskan dibangun musala atau langgar Al Muttaqin di atas lahan yang ada di pinggir Sungai Ogan. Luas bangunan sekitar 10 meter x 10 meter.

Kategori :