JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Pertumbuhan kredit perbankan masih positif, meski menurun dibanding bulan sebelumnya. Likuiditas yang ketat jadi tantangan tahun ini.
Analisis uang beredar Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit pada November 2024 tumbuh 10,1 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp 7.631,9 triliun. Didorong penyaluran kepada debitur korporasi senilai Rp 4.106,1 triliun atau tumbuh 15,4 persen YoY.
Meski demikian, pertumbuhan intermediasi perbankan itu lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 10,4 persen YoY. "Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan penyaluran kredit pada November 2024 dipengaruhi oleh perkembangan kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, akhir pecan lalu.
Meski kredit modal kerja hanya tumbuh 8,1 persen YoY, jenis kredit ini menyalurkan Rp 3.394,2 triliun. Bersumber dari pertumbuhan perdagangan hotel dan restoran, sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan. Hanya saja, pertumbuhan kredit modal kerja mengalami perlambatan dibandingkan penyaluran Oktober yang tumbuh 8,6 persen secara tahunan. Begitu pula kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar 10,8 persen YoY pada November 2024.
BACA JUGA:Kredit Mobil Daihatsu Ayla 2023, Angsuran Mulai Rp 2 Jutaan
BACA JUGA:Kinerja Perbankan Tumbuh Positif dengan Risiko Terjaga, Pertumbuhan Kredit Capai Double Digit
Padahal sebelumnya mampu naik 10,9 persen YoY. Didorong oleh perkembangan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna. "Penyaluran kredit properti tumbuh 7,1 persen YoY berasal dari KPR dan KPA yang meningkat 10,3 persen YoY senilai Rp 781,7 triliun," jelas Ramdan.
Head of Asia and Co-Head of Global Emerging Markets Equity Strategy JP Morgan Rajiv Batra memprediksi sektor perbankan Indonesia akan menghadapi periode pertumbuhan yang relatif lambat tahun ini. Seiring dengan terbatasnya likuiditas perbankan. Ketatnya likuiditas dipengaruhi kebijakan yang diambil terkait dengan suku bunga eksternal yang tinggi dan kestabilan mata uang.
Batra mengungkapkan, meskipun ada potensi untuk pengurangan suku bunga BI, hal ini diperkirakan akan terbatas. Selama pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nominal Indonesia tetap stabil. "Kami memproyeksi saham perbankan Indonesia akan cukup volatil, dengan perubahan makroekonomi yang memberikan peluang perdagangan bagi investor," ujarnya.
Dalam kondisi likuiditas yang ketat, Batra memprediksi PT Bank Central Asia Tbk (BCA) akan tetap menjadi penerima manfaat jangka panjang dari suku bunga yang lebih tinggi. Sementara bank-bank milik negara (Himbara) diperkirakan akan menghadapi tekanan pada margin bunga bersih (NIM), pertumbuhan kredit yang lebih lambat, serta kualitas aset yang lebih menantang. "Selama periode likuiditas yang ketat, kami berharap BCA akan mengungguli bank BUMN, dan sebaliknya ketika likuiditas lebih longgar," imbuh Batra.
BACA JUGA:Harga dan Kredit Yamaha Mio M3 125 2025: Pilihan Hemat dengan Fitur Unggulan
BACA JUGA:Simulasi Kredit Honda Beat 2025, Pilihan Harga dan Cicilan yang Terjangkau
Dia juga mengantisipasi pertumbuhan pinjaman sektor perbankan akan menurun secara signifikan, sejalan dengan pertumbuhan pasokan uang yang melambat. Pergeseran dinamika ini akan mulai tecermin dalam harga saham bank. Sehingga memberikan peluang bagi investor untuk masuk pada momen yang tepat, terutama untuk beberapa bank Himbara yang menghadapi tantangan likuiditas.
Batra menyebutkan perubahan suku bunga SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan saldo deposito SRBI akan menjadi faktor penting yang menggerakkan pergeseran likuiditas dan harga saham bank. Perubahan dalam kepemilikan bank BUMN dan perubahan manajemen akan menjadi katalis penting yang dapat membantu mengatasi hambatan struktural dalam sektor perbankan Indonesia.