"Kalau saya sekali lagi, saya berpendapat bahwa kita ini harus taat hukum. Jadi kalau dia ada kerjasama dengan orang-orang pemerintah daerah ‘kan, sama saja dengan suap, seperti korupsi sebetulnya. Jadi ini memang harus dihentikan," ulasnya.
Dia menyoroti perlunya dukungan pemerintah daerah, dalam melindungi dan memberdayakan pengusaha lokal. Agar sumber daya alam (SDA) dapat digunakan sesuai amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Sementara Ucok Sky Khadafi, dari Center for Budget Analysis (CBA), mengatakan keberadaan tambang rakyat di Indonesia menimbulkan kekhawatiran. Terutama terkait dampaknya pada rantai pasokan minyak nasional.
“Jika tambang rakyat semakin banyak, jalur distribusi resmi bisa terganggu, dan ini tentu berisiko bagi Pertamina sebagai pemasok minyak utama di Indonesia,” ujar Ucok.
Dia menekankan pentingnya peraturan yang tegas, untuk mengontrol dan menertibkan tambang rakyat demi menjaga kelancaran rantai pasok nasional
“Selain merugikan Pertamina, tambang ilegal memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional,” tukasnya.
Karena itu, dia mendukung adanya kebijakan yang memperketat pengawasan dan izin tambang agar praktik ilegal dapat diminimalkan.
“Pengeboran dan pengolahan minyak ilegal tidak hanya menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara, tetapi juga berisiko menciptakan bencana lingkungan yang serius,” ucapnya.
Ucok memandang metode polisi lebih mengedepankan pengendalian atau penertiban. Dia meyakini pola penindakan itu nantinya akan tebang pilih, oleh oknum. Bukan secara lembagal.
"Ini ’kan bisnis abu-abu jadinya, ilegal marak. Pembiaran jadinya. Kalau dalam sudut (pandang) hukum, ya kejahatan," sampainya.
Sementara AKP Wawan Purnama dari Kasubnit 2 Subdit 5 Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri, membagikan perspektifnya terkait kendala dalam mengawasi tambang ilegal yang berada di wilayah terpencil.
“Sebagai contoh Sumsel-lah. Baru kita (Bareskrim Polri) berangkat ke Sumsel, dapat kabar dari anggota di sana, udah enggak ada (pelaku sudah kabur).
Biasanya dari awal kami dorong dulu wilaya (Polda/Polres). Bahwa ini dapat informasi seperti ini, kirim foto dan video. Biasa seperti itu,” ungkap Wawan.
Menurutnya, akses sulit dan keterbatasan informasi sering menghambat aparat dalam melakukan penindakan. “Tapi kalau ada perintah kita harus jalan, tidak perlu ada koordinasi wilayah, kita langsung jalan juga, akan kita tindak juga," tambahnya.
Dijelaskannya, penambangan minyak ilegal di Sumsel makin marak, bukan hanya di sumur tua, tapi juga di lubang-lubang sumur baru.
“Dari awal saya sudah sampaikan, bahwa kami sudah beberapa kali rakor dengan instansi terkait,” sebutnya.