SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID - Tidak sedikit oknum kades atau mantan kades di Sumsel, yang dihukum lantaran korupsi penggunaan Dana Desa. Bahkan di Kabupaten Lahat masih ada 2 mantan kades jadi DPO sejak 2023, kabur setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Dana Dana.
Yakni, Samaimun (43), mantan Kades Tanjung Baru, Kecamatan Tanjunh Tebat, yang jadi DPO Kejari Lahat. Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2024, atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Dana Desa Tanjung Baru, tahun anggaran 2018 dan 2019.
Modusnya, kekurangan volume pengerjaan maupun kegiatan fiktif. Berdasarkan perhitungan dari Inspektorat Lahat, perbuatan Samaimun mengakibatkan kerugiaan negara Rp700 juta. Dia ditetapkan DPO sejak Februari 2023, karena 3 kali tidak menghadiri panggilan Kejari Lahat.
Mantan Kades Tanjung Kurung, Kecamatan Tanjung Tebat, Kabupaten Lahat, Yuliansyah Putrawan (46), juga jadi DPO Polres Lahat sejak Februari 2023. Yuliansyah merupakan tersangka kasus dugaan korupsi Dana Desa Tanjung Kurung Ilir, Tahun Anggaran 2018-2019.
Modusnya, mark up dan kekurangan volume pembangunan fisik di desa. Mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,2 miliar. Baru-baru ini, Kejari Banyuasin menahan eks Kades Muara Baru, Kecamatan Makarti Jaya, Romansyah, sebagai tersangka Dana Desa 2021.
BACA JUGA:Pelaksanaan Fiktif, Dana Desa Tetap Cair: Mantan Kades Muara Baru Jadi Tersangka Korupsi
BACA JUGA:Program Unggulan Berlian: Dana Desa Berdaya dan Dasa Wisma untuk Pembangunan di Kabupaten Lahat
Romansyah ditahan sejak Senin (9/12/2024), untuk 20 hari ke depan. Kasusnya, proyek-proyek desa yang dibiayai Dana Desa, tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Semantara Dana Desa tetap dicairkan yang bersangkutan. Kemudian mark up. Kerugian negara, Rp769,89 juta.
Kepala Kejari Banyuasin Rasymund Hardianto Sihotang, dengan tegas meminta kepada seluruh kepala desa di Banyuasin untuk mengelola Dana Desa secara transparan dan akuntabel.Tentunya agar transparan dan akuntabel, kades mengajak masyarakat untuk mengawasi dan memantau.
"Penting untuk melibatkan masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan program, agar mencegah penyimpangan," kata Raymund. Transparansi dalam pengelolaan keuangan desa, berarti membuka akses informasi kepada masyarakat.
Yakni terkait struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), pelaksanaan kegiatan, laporan realisasi anggaran, hingga rincian kegiatan yang belum selesai atau tidak terlaksana. Pemerintah desa juga wajib mempublikasikan APBDes di ruang publik yang mudah diakses masyarakat.
"Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan partisipasi warga desa dalam mengawasi penggunaan anggaran,"bebernya. Apalagi pada Tahun 2025 mendatang pembayaran yang menjadi beban APBDes akan dilakukan secara non-tunai.
“Transaksi nontunai memberikan banyak keuntungan," tuturnya. Seperti keamanan, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar. Jejak transaksi yang terpantau, dan efisiensi dalam pengeluaran.