SUMATERAEKSPRES.ID-Enam bulan sudah Novi (34) terpidana kasus penyiraman air keras terhadap Adnan, orang yang kerap melakukan aksi teror terhadap dirinya mendekam di sel penjara Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Lubuklinggau.
Novi divonis pidana penjara selama 14 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Lubuklinggau tersebut dan masih harus menunggu sisa hukuman selama lebih kurang delapan bulan lagi sebelum akhirnya bebas dan kembali menjalani kehidupan bersama anak-anaknya.
BACA JUGA:Novi, Janda Muda yang Siram Air Keras di Muratara, Menanti Pembebasan dan Memperbaiki Hidup
BACA JUGA:IRT Korban Penyiraman Air Keras Berbicara Lantang Ditujukan ke Kapolri, Ini yang Disampaikan
Lantas, bagaimana pengakuan dari Novi yang berstatus sebagai single parent (orang tua tunggal,red) terhadap tindak penyiraman air keras yang dilakukannya terhadap korban ? ZULKARNAIN - Lubuklinggau
Sorot mata Novi menerawang ke atas, sesekali dia menundukkan kepala, wanita muda ini masih ingat betul bagaimana sampai akhirnya dirinya bertindak nekat menyiramkan air keras terhadap korban Adnan yang merupakan penyandang tuna wicara (bisu) ini.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (9/5) silam bermula saat dirinya yang sudah tak mampu lagi menahan amarahnya akibat ulah korban yang kerap menjahili dan meneror dirinya
"Awalnya saya sedang membangun rumah dan dia (korban,red) ikut kerja dengan paman saya, pertama kerja tidak diupah hanya dikasih makan dan rokok,” ungkap Novi dibincangi di LP Klas IIA Lubuklinggau, kemarin (14/11).
Dan setelah itu, korban mulai menjahili dan mereror Novi yang saat itu bekerja di sebuah perusahaan sawit PT Agro Muara Rupit, tiap malam dirinya diintip.
Tak jarang pula rumahnya kerap diganggu dengan hal-hal yang merusak seperti pipa air yang terpasang sengaja dilepas.
Tak hanya itu, yang lebih membuat dirinya kesal bukan kepalang saat pulang kerja pakaian hingga dalaman yang digantung di tiang jemuran tiba-tiba saja hilang.
Dirinya pun telah pula melaporkan tindakan jahil dan teror yang dilakukan oleh korban Adnan itu ke Kepala Desa (Kades) tempatnya tinggal, tapi dia harus kecewa karena menurut Kades tidak ada bukti jika korban yang melakukan semuanya itu.
"Pakaian dalam sampai handuk hilang dicuri, saya sudah lapor Kades soal teror itu, tapi Pak Kadesnya bilang harus ado bukti," keluh korban yang tak kuasa menahan raut wajah kecewanya.
Tak kunjung ada tindakan bahkan berlangsung selama lebih kurang tiga bulan lamanya, Novi mengatakan tidak habis pikir apa yang di inginkan pelaku atas teror itu.
Namun karena dia hidup sebagai single parent yang menghidupi dua orang anaknya. Mau tidak mau, dia harus melakukan sesuatu agar bisa menjaga diri dan keluarga kecilnya.