PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Lahan gambut di Indonesia telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat.
Namun, praktik ini seringkali dimulai dengan drainase untuk menurunkan muka air tanah, yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan rentan kebakaran, serta meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Penurunan lahan (subsidence) dan peningkatan emisi GRK adalah dampak dari praktik drainase tersebut,” ungkap Dr. Ladiyani Retno Widowati, Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk, Kementerian Pertanian, dalam pidato kunci di acara Ekspose Nasional Pahlawan Gambut - Terus Jaga Gambut yang mengusung tema Rekam Jejak Peningkatan Pengelolaan Lahan Gambut dan Kapasitas Pemangku Kepentingan di Indonesia melalui Peat-IMPACTS.
BACA JUGA:Sumsel Terbitkan RPPEG 2024-2053, Fokus Tangani 5 Isu Krusial Ekosistem Gambut
Direktur ICRAF Program Indonesia, Andree Ekadinata, Peat-IMPACTS bertujuan memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan dan menciptakan solusi nyata untuk pengelolaan gambut yang adaptif dan berkelanjutan Indonesia telah berkomitmen dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% pada 2030. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah berupaya mengurangi deforestasi, mencegah kebakaran, dan memperkuat tata kelola gambut dengan membentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.
Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA, Sekretaris Badan, menambahkan, eosistem gambut berfungsi sebagai penyimpan karbon, pengatur hidrologi, dan penopang keanekaragaman hayati. Namun, pengelolaan yang tidak berkelanjutan seperti drainase berlebihan dapat memicu kebakaran yang melepaskan GRK dalam jumlah besar, mengakibatkan perubahan iklim, polusi udara, dan kerugian ekonomi.
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan adalah kunci mengurangi emisi GRK dan menjaga ekosistem tetap sehat. Foto: istimewa--
"Komitmen kami untuk mendukung Indonesia bertujuan memperkuat kapasitas dan kolaborasi lintas sektor dalam perlindungan ekosistem gambut, sebagai langkah konkret untuk mendukung target iklim global,” ujarnya.
Dr. Sonya Dewi, prinsiple investigator proyek Peat-IMPACTS, menyatakan bahwa program ini dirancang untuk membantu pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola gambut secara berkelanjutan.
BACA JUGA:Peat-IMPACTS: Membangun Masa Depan Berkelanjutan untuk Ekosistem Gambut Indonesia
BACA JUGA: Hujan empat Hari, Gambut sudah basah
“Membangun kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan gambut adalah investasi jangka panjang untuk masa depan ekosistem ini,” ujarnya.
Selain itu, Peat-IMPACTS mengembangkan kurikulum lokal mengenai ekosistem gambut untuk Sekolah Dasar dan Menengah, serta meluncurkan WikiGambut, sebuah platform digital yang menyediakan informasi lengkap tentang ekosistem gambut, pengelolaannya, dan praktik berkelanjutan untuk menjaga kelestarian gambut.
"Dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, Indonesia optimis dapat mencapai target NDC dan memberikan kontribusi signifikan dalam mitigasi perubahan iklim global.