Lubuklinggau, SUMATERAEKSPRES.ID – Keluarga Hamsi bin Wasik terus berjuang untuk mendapatkan keadilan atas kematian Hamsi, yang menjadi korban dalam kasus percobaan pembunuhan yang mengguncang masyarakat.
Pada Kamis (7/11), keluarga Hamsi mendatangi Pengadilan Negeri Lubuklinggau untuk mengikuti sidang lanjutan, namun sidang yang dijadwalkan batal digelar sesuai jadwal.
Indra Cahya, kuasa hukum keluarga Hamsi, menyampaikan ketidaksetujuan pihaknya terhadap pelaksanaan sidang tersebut, mengingat beberapa prosedur yang dianggap tidak sesuai dengan hukum acara pidana.
Salah satunya terkait dengan Pasal 146 KUHP, yang mengatur agar saksi harus menerima surat panggilan setidaknya tiga hari sebelum persidangan.
BACA JUGA:Mawardi Yahya Kukuhkan Tim Relawan Keluarga OKI, Minta Dukungan untuk Menjadi Gubernur Sumsel
BACA JUGA:Polres Lahat Gelar Program Jum'at Barokah, Berikan Makanan Bergizi untuk Anak Sekolah
“Saksi kami, Alex Arifin, tidak mendapatkan surat panggilan dari Jaksa Penuntut Umum.
Ia hanya menerima telepon dari penyidik Polres Muratara sehari sebelum sidang, pada Rabu (6/11),” kata Indra di halaman Pengadilan Negeri Lubuklinggau.
Meski demikian, keluarga Hamsi tetap hadir di pengadilan untuk menunjukkan sikap kooperatif mereka, meskipun menolak sidang tersebut dilanjutkan.
Indra juga menyoroti fakta bahwa senjata api organik yang digunakan oleh pelaku, Amir – mantan Kepala Desa Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara – untuk mengancam Hamsi, tidak dimasukkan dalam daftar alat bukti dalam persidangan.
BACA JUGA:Tujuan Ma'rifatullah dalam Perjalanan Spiritual dalam Islam
BACA JUGA:Polisi Tangkap Pelaku Pencurian Pakaian di Laundry Agus, Kerugian Capai Ratusan Juta
“Kami mendesak penyidik dan kejaksaan untuk menyelidiki secara teliti mengenai senjata organik yang digunakan oleh Amir. Senjata ini harus ada di pengadilan sebagai bukti.
Kami juga ingin mengetahui bagaimana bisa senjata aparat penegak hukum jatuh ke tangan warga sipil dan digunakan begitu saja,” tegas Indra.
Kasus ini mencuat saat Amir ditangkap setelah mengancam korban pada Selasa (20/8), sekitar pukul 13.15 WIB, di halaman kantor Kemenag di Desa Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara.