Putri Manggis dan pemuda itu kemudian memutuskan untuk melarikan diri dan hidup di tepi sungai.
Legenda mengatakan bahwa mereka hidup bahagia di tepi Sungai Manggis, dan sungai tersebut diberi nama sesuai dengan nama sang putri sebagai tanda cinta mereka yang abadi.
Hingga kini, masyarakat setempat masih menceritakan kisah ini sebagai bagian dari warisan budaya mereka.
Lorong Manggis di Palembang memiliki sejarah yang kaya dan erat kaitannya dengan perkembangan kota ini. Seperti banyak lorong lainnya di Palembang, Lorong Manggis dulunya merupakan bagian dari jaringan transportasi air yang vital.
Sungai-sungai kecil dan lorong-lorong ini digunakan oleh penduduk setempat untuk berbagai aktivitas sehari-hari, termasuk perdagangan dan transportasi.
Pada masa lalu, Palembang dikenal sebagai “Venesia dari Timur” karena banyaknya sungai dan lorong air yang mengalir melalui kota ini.
Lorong Manggis, khususnya, mungkin dinamai demikian karena banyaknya pohon manggis yang tumbuh di sekitar area tersebut, memberikan identitas unik pada lorong ini.
Seiring berjalannya waktu, banyak dari lorong-lorong ini mengalami perubahan fungsi dan kondisi. Beberapa lorong yang dulunya merupakan jalur air kini telah berubah menjadi jalan darat atau mengalami pendangkalan.
Namun, upaya pelestarian sejarah dan lingkungan terus dilakukan oleh pemerintah dan komunitas setempat untuk menjaga warisan budaya ini.
Lorong Manggis, seperti banyak tempat di Palembang, juga memiliki cerita rakyat yang menarik. Salah satu cerita yang sering diceritakan oleh penduduk setempat adalah tentang seorang gadis bernama Manggis yang tinggal di lorong tersebut.
Menurut legenda, Manggis adalah seorang gadis yang sangat cantik dan baik hati. Dia dikenal karena sering membantu tetangganya dan memiliki kebun kecil di dekat rumahnya yang penuh dengan pohon manggis.
Suatu hari, seorang pangeran dari kerajaan tetangga melewati lorong tersebut dan melihat Manggis. Terpesona oleh kecantikannya, pangeran tersebut jatuh cinta pada pandangan pertama.
Namun, kisah cinta mereka tidak berjalan mulus. Ada banyak rintangan yang harus mereka hadapi, termasuk penolakan dari keluarga pangeran karena perbedaan status sosial.
Meskipun demikian, Manggis dan pangeran tersebut tidak menyerah. Mereka terus berjuang untuk cinta mereka dan akhirnya berhasil mendapatkan restu dari keluarga pangeran.