Mau ngubah nasib gimana, menyekolahkan anak sampai SMA saja susah. Di Sembilang, anak-anak pendidikannya sampai SD. Lanjut SMP-SMA harus ke Desa Sungsang IV atau Kota Palembang, artinya butuh biaya besar menempuh pendidikan tinggi. “Jadi kami bertahan dengan segala keterbatasan,” ungkap Anita.
Tetapi, ia merasa punya harapan saat Pertamina masuk mengajari ibu-ibu calistung dan berwirausaha mengolah ikan asin. “Ada 30-an ibu-ibu aktif belajar, termasuk saya. Sekarang kami bisa membaca dan berpenghasilan dari menjual ikan asin. Bahan baku ikan rucah dari suami selepas berlayar,” sebutnya. Sebulan, kata Anita, lumayan meraup Rp1 juta perbulan per anggota dengan sekali produksi dan pengiriman 10-15 kg. Ikan asin itu ada yang dijual ke Palembang dan oleh-oleh untuk pelancong yang berwisata ke Sembilang.
Cristin Monika bercerita tak banyak mata pencaharian dapat diandalkan masyarakat Sembilang, kecuali menangkap ikan. “Mayoritas profesi warga kita nelayan tangkap. Jika memperoleh ikan, udang, kepiting langsung dijual ke pengepul. Ada yang melaut harian atau mingguan secara berkelompok. Saat suaminya ke laut, ibu-ibu mengurus rumah tangga,” ungkap Kepala Dusun V Sei Sembilang ini.
BACA JUGA:Stable Kuda Taman Wisata Edukasi Jadi Primadona
BACA JUGA:Perkuat Promosi Wisata Religi
Namun mulai tahun 2021, warga Sembilang menjadi lebih produktif. Pertamina datang memberdayakan masyarakat dan melestarikan lingkungan hutan suaka. “Pertamina mengembangkan kreativitas ibu-ibu dengan membentuk kelompok usaha, memberi pelatihan membuat ikan asin, terasi, kerupuk dari tepung limbah cangkang udang, pempek, dan oleh-oleh khas lainnya,” ujar Cristin.
Tidak itu saja, supaya produksi berkelanjutan, Perseroan mendirikan Kantor Koperasi Usaha dan Rumah Produksi ikan asin berikut peralatannya, seperti mesin pengolahan, freezer untuk penampungan ikan, alat vakum, pengemasan, label-label. “Kita tinggal produksi saja. Jadi sekarang, ibu-ibu yang tadinya nganggur kini punya pekerjaan,” tuturnya.
Di sisi lain, Cristin tak menampik sebagian orang dewasa tak bisa baca tulis mengingat sarana pendidikan di dusunnya paling tinggi SD. Anak-anak ke Sungsang atau Palembang jika mau melanjutkan sekolah. Hal ini memantik perhatian Pertamina mendirikan Rumah Pertamina beserta perpustakaan untuk tempat belajar orang dewasa. “Mereka yang tadinya buta huruf, sekarang mampu membaca menulis,” lanjutnya.
Persoalan lain, lampu penerangan. Tapi, Cristin mengaku belasan tahun ini kampungnya tidak lagi gelap gulita. Masyarakat Sembilang inisiatif mengoperasikan 4 mesin genset besar, berbahan bakar diesel untuk menghidupkan lampu rumah-rumah warga 320 KK. “Setiap malam mesin itu membutuhkan sekitar 250 liter solar. Biaya-nya dari warga, mereka iuran Rp400 ribu per KK per bulan,” beber Cristin.
BACA JUGA:Kunjungan Calon Pemimpin Palembang Dorong Wisata Religi di Masjid Ki Merogan
BACA JUGA:Bangun Dermaga Khusus Perahu Getek, RD-PS Dukung Pengembangan Wisata Sungai Musi
Karena genset hidupnya malam hari, tidak ada sumber listrik siang hari. “Rumah warga mungkin tak perlu listrik siang hari, tapi masjid butuh untuk pengeras suara dan kipas angin, Rumah Produksi ikan asin menghidupkan mesin pengolahan, Kantor Dusun untuk melistriki barang elektronik,” tegasnya. Pertamina lalu memasang 2 unit solar cell kapasitas 6.000 watt-peak (WP) di atap masjid dusun dan Rumah Pertamina.
“Kalau menerangi desa kurang daya, tapi PLTS Atap ini setidaknya mampu menyuplai listrik ke masjid, Rumah Pertamina/Produksi, Kantor Dusun, dan fasilitas umum lainnya,” tambahnya. Selain solar, kebutuhan gas elpiji 3 kg warga juga dipenuhi meskipun Sembilang jauh di muara. Elpiji subsidi diangkut sekaligus dengan kapal tongkang saat warga membeli BBM untuk pompong dan mesin genset di Palembang.
Bidan Dusun Sembilang, Hj Rokiyah SST menambahkan masalah pernikahan dini, melahirkan risiko tinggi, anak kurang gizi, dan sebagainya cukup rentan. Ia berusaha menuntaskannya lewat pemeriksaan kesehatan dan kegiatan posyandu balita-lansia rutin. “Kasus stunting alhamdulillah sudah tidak ada, berkat masifnya pencegahan di posyandu dan pustu. Ada bantuan Pertamina berupa susu formula, makanan tambahan dari olahan hasil laut, dan alat-alat kesehatan. Saya ingin program ini berkelanjutan,” ujar Rokiyah.
Menurutnya, Sembilang kaya sumber daya ikan (protein), cuma SDM-nya kurang. “Saya tak bisa bekerja sendiri, makanya meminta bantuan Pemerintah dan stakeholder terkait,” ungkap perempuan yang bertugas di Sembilang sejak 1999 ini.