Setelah Indonesia merdeka, Sei Semajid tetap menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Masyarakat di sekitar sungai masih memegang teguh adat istiadat, dengan banyak yang bekerja sebagai nelayan atau pedagang perahu.
Sungai ini juga menjadi lokasi perlombaan perahu tradisional saat perayaan besar, seperti Hari Kemerdekaan.
Namun, seiring perkembangan kota, fungsi Sei Semajid sebagai jalur transportasi mulai berkurang karena modernisasi infrastruktur darat.
BACA JUGA:Populasi Ikan di Sungai Menurun, Carikan Solusi Berkelanjutan
BACA JUGA:Sedimentasi Mengubur Sungai Durian, Namun Sejarahnya Tetap Abadi Menjadi Nama Jalan
Kini, sungai ini lebih banyak digunakan untuk aktivitas sehari-hari, seperti memancing dan mencuci.
Tantangan lingkungan, seperti sampah, sedimentasi, dan perubahan penggunaan lahan, semakin mengancam keberadaan sungai ini.
Pemerintah Kota Palembang dan masyarakat setempat sedang berupaya mengatasi masalah ini melalui program-program kebersihan dan kampanye kesadaran lingkungan.
Upaya ini bertujuan untuk mempertahankan Sei Semajid sebagai warisan budaya dan lingkungan yang berharga bagi generasi mendatang.
BACA JUGA:Penurunan Populasi Ikan di Sungai Kebutuhan Solusi Berkelanjutan Sangat Diperlukan
BACA JUGA:Budidaya Lebah Trigona Pacu Produktivitas Ekonomi, Kampung KB Sungai Jawi
Sejarawan Azim Amin menekankan pentingnya mengenali kembali sejarah Sei Semajid, yang mencerminkan transformasi sosial, ekonomi, dan budaya sejak era kolonial hingga kini.
Menurutnya, masjid yang dibangun dekat sungai memiliki tujuan untuk memudahkan umat berwudhu, yang menunjukkan hubungan erat antara air dan ritual keagamaan.
Azim juga mencatat penurunan kualitas air sungai, yang dulunya jernih kini terancam limbah dan sedimentasi.
Meskipun kondisi telah berubah, nama Sei Semajid diharapkan tetap mengingatkan masyarakat akan sejarah dan budaya yang kaya.
BACA JUGA:Gunakan Limbah Palet Plastik untuk Perikanan, Permasalahan Budidaya Ikan di Sungai Gerong