SUMATERAEKSPRES.ID - Pada Selasa, 1 Oktober 2024, Iran meluncurkan serangan rudal besar-besaran ke Israel, menandai eskalasi ketegangan yang sudah berlangsung akibat invasi Israel ke Lebanon.
Serangan ini melibatkan sekitar 180 rudal, baik balistik maupun jelajah, dan beberapa di antaranya berhasil menembus sistem pertahanan Iron Dome Israel, menyebabkan kerusakan signifikan di Tel Aviv dan kota sekitarnya.
Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa serangan ini merupakan respons terhadap apa yang mereka anggap agresi Israel di Gaza dan Lebanon selama setahun terakhir, yang telah menewaskan ribuan warga Palestina.
Tindakan ini semakin memperburuk ketegangan yang telah meruyak di kawasan Timur Tengah.
BACA JUGA:Palembang Digadang-gadang Menjadi Kota Percontohan Transportasi di Indonesia
BACA JUGA:12 Tahun Gaji Tak Naik, Hakim Cuti Massal 7-12 Oktober
Menanggapi serangan tersebut, Amerika Serikat segera mengerahkan pencegat rudal untuk membantu Israel mempertahankan diri.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa Iran akan menghadapi konsekuensi berat atas serangan ini.
Ketegangan yang meningkat juga menyebabkan pembatalan banyak penerbangan ke Timur Tengah dan kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik lebih lanjut.
Eskalasi militer menjadi perhatian utama, dengan ancaman respons militer lebih lanjut dari kedua belah pihak.
BACA JUGA:Konflik Panjang Israel-Lebanon, Sejarah dan Perkembangan Terkini
BACA JUGA:Pemimpin, Komandan, dan Jenderal Hizbullah yang Tewas Diserang Israel
Negara-negara tetangga seperti Lebanon dan Suriah mungkin akan terlibat lebih dalam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memperluas ketegangan regional yang sudah ada.
Dari segi ekonomi, ketidakstabilan di Timur Tengah dapat mempengaruhi pasar minyak global, mengingat peran penting kawasan ini dalam produksi minyak dunia.
Ketidakpastian ini dapat memicu lonjakan harga minyak yang berdampak luas pada ekonomi global.