Kondisi ini membuka peluang untuk mendorong pembiayaan ekonomi di tengah kebutuhan domestik yang semakin meningkat.
Kedua, meningkatnya risiko operasional sebagai dampak dari digitalisasi keuangan, seperti ancaman siber, penipuan (fraud), dan risiko operasional dari penyedia layanan teknologi kritikal.
Ketiga, ancaman perubahan iklim yang berpotensi menimbulkan risiko fisik dan risiko transisi.
Laporan Risiko Global 2024 menempatkan risiko iklim sebagai ancaman terbesar kedua dalam dua tahun ke depan, dan diperkirakan menjadi yang terbesar dalam dekade mendatang.
Sebagai bagian dari upaya mitigasi, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kemenko Marves meluncurkan Kalkulator Hijau, sebuah alat untuk menghitung emisi karbon dari aktivitas ekonomi. Langkah ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengukur, memahami, dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka.
Peran Sentral Perbankan dalam Keuangan Berkelanjutan
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti, menegaskan pentingnya peningkatan porsi pembiayaan rendah emisi di sektor perbankan.
Ia menyatakan bahwa laporan keberlanjutan yang memuat informasi tentang emisi karbon debitur akan menjadi faktor penting dalam proses pembiayaan di masa depan.
BACA JUGA:BRI Raih Predikat Bank Terbesar Versi Fortune Indonesia 100 dan Southeast Asia 500 Tahun 2024
Dengan adanya Kalkulator Hijau, sektor perbankan dan dunia usaha kini memiliki alat untuk menghitung dan memantau emisi karbon mereka secara lebih mudah dan akurat.
Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 32% pada 2030, serta mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif perbankan dan sektor usaha dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau.
Kalkulator Hijau sebagai Alat Pengukuran Emisi Karbon
Kalkulator Hijau merupakan komitmen nyata dari Bank Indonesia dan Kemenko Marves untuk mendukung transisi menuju keuangan berkelanjutan, sesuai dengan mandat yang diatur dalam UU P2SK.
Versi awal Kalkulator Hijau memungkinkan perbankan dan dunia usaha untuk menghitung emisi karbon dari penggunaan bahan bakar dan listrik, dengan rencana pengembangan yang mencakup aktivitas penghasil emisi lainnya di masa depan.
Selain memberikan kemudahan bagi sektor usaha dalam memenuhi kebutuhan pelaporan keberlanjutan yang dipersyaratkan regulator, alat ini juga diharapkan dapat membuka akses yang lebih luas terhadap pendanaan hijau dan investasi berkelanjutan.
Upaya Menuju Ekonomi Hijau
Momentum peluncuran KSK No. 43 dan Kalkulator Hijau merupakan langkah strategis Bank Indonesia dalam memperkuat transisi menuju ekonomi hijau.