PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Purchasing Managers’ Index (PMI) turun signifikan. Pada Agustus 2024 PMI sebesar 48,9, turun 0,4 poin dibanding Juli 2024 yang sebesar 49,3. PMI menjadi indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur kesehatan sektor manufaktur atau sektor jasa dalam suatu ekonomi.
Indikator ini memberikan gambaran tentang aktivitas bisnis di sektor tersebut dalam suatu periode waktu tertentu. PMI biasanya digunakan oleh analis ekonomi, investor, dan trader untuk memahami tren ekonomi dan membuat keputusan investasi. Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Jongkie Sugiarto, penurunan itu berdampak pada berkurangnya angka penjualan whole sale mobil di semester pertama 2024 sebesar 17,5 persen.
Pada saat yang sama retail sales juga turun sebesar 12,2 persen dibandig periode yang sama pada tahun 2023. Penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi angka-angka tersebut. Terutama dengan suku bunga yang masih tinggi (BI repo rate 6,25 persen) dan fluktuasi nilai tukar rupiah, meskipun saat ini rupiah telah kembali menguat. “Memang daya beli masyarakat menurun , suku bunga masih tinggi (BI repo rate 6,25 persen), rupiah sempat melemah meski saat ini sudah kembali menguat,” kata Jongkie.
Dalam menghadapi situasi ini, Jongkie Sugiarto, mengemukakan perlunya strategi mendorong kenaikan PMI di akhir tahun ini. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pengadaan pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) di kota-kota lain di luar Jakarta untuk menjadi stimulus penjualan.
BACA JUGA:Ribuan Pekerja Industri Manufaktur di PHK. Apa Sebabnya?
Selain itu, GAIKINDO mengusulkan relaksasi atau penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk produk-produk tertentu yang diproduksi dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.
“Mengingat daya beli masyarakat yang menurun saat ini, GAIKINDO pernah mengusulkan untuk dapat diberikan penurunan atau penghapusan PpnBM , seperti waktu pandemi Covid 19 , untuk produk-produk tertentu (yang di produksi dalam negeri dan memiliki TKDN yg tinggi) dan ini hanya untuk sementara waktu,” katanya.
Menurut rilis S&P Global, kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan pada output dan dan permintaan baru yang paling tajam sejak Agustus 2021. Permintaan asing juga turun semakin cepat hingga paling tajam sejak bulan Januari 2023.
S&P Global juga menyebutkan adanya pelemahan penjualan yang menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan. Menperin mengatakan bahwa melemahnya penjualan dipengaruhi oleh masuknya barang impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri terutama sejak bulan Mei 2024.