"Ya optimistis, paling tidak di-freeze-lah. Sebab, kalau dilihat dari rangkaian peristiwa dugaan korupsi dimana proses pencairan uang, misal melalui direksi, keuangan atau sebagainya itu dianggap bersalah juga. Harusnya semua ikut bersalah," urai Heribertus.
BACA JUGA:Geliatkan Sektor Properti, 424.081 KK di Sumsel Belum Punya Rumah
BACA JUGA:Harga Lelang Dianggap Terlalu Murah, Banyak Penggaduan Lelang Kekayaan Negara
Namun dalam kasus ini, justru terkesan kliennya sendiri yang melakukan perbuatan tersebut. “Sehingga saya melihat ini merupakan bentuk penzaliman terhadap klien kami," tukasnya.
Menurutnya JPU KPK hanya membuktikan komponen perkara secara terpisah, sehingga tidak terkoneksi satu sama lain. “Sehingga Pasal 3 jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang didakwakan tidak terbukti,” nilai Heribertus.
Dia menambahkan, ada 3 komponen yang tidak bisa dipisahkan. Yakni, unsur melawan hukum, menguntungkan diri sendiri, dan menyalahgunakan kewenangan. ”Dan di samping itu harus ada mens rea, tapi di sini jaksa hanya membuktikan secara terpisah," sesalnya.
Diberitakan sebelumnya, JPU KPK membacakan tuntutannya terhadap terdakwa Sarimuda, pada persidangan Rabu, 22 Mei 2024 lalu. JPU KPK M Albar Hanafi SH menilai semua unsur pidana yakni memperkaya diri sendiri dan orang lain, menyalahgunakan wewenang dan jabatan pada dakwaan, telah terpenuhi. Sebagaimana dakwaan kedua Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menuntut terdakwa Sarimuda dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," kata JPU KPK membacakan tuntutannya, di Pengadilan Tipikor Pada PN Palembang Kelas IA Khusus, dengan Ketua majelis hakim Pitriadi SH MH.
JPU KPK juga menuntut terdakwa Sarimuda dengan hukuman tambahan berupa uang pengembalian kerugian negara sebesar Rp2,3 Miliar. "Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan 1 bulan setelah inkracht, maka harta benda akan disita dan dilelang, dan jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," tegasnya.
Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tidak berterus terang. "Hal yang meringankan terdakwa telah bersikap sopan dan telah beriktikad baik mengembalikan uang kerugian negara," terangnya.
Sementara dalam dakwaannya, JPU menguraikan ada pengeluaran uang kas PT SMS dengan tagihan fiktif. Dalam rentan waktu tahun 2020 sampai 2021, telah terjadi proses pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda dengan membuat berbagai dokumen invoice atau tagihan fiktif.