Total 17 Bandara Kehilangan Status Internasional, Bangkitkan Aviasi Nasional

Minggu 28 Apr 2024 - 22:30 WIB
Reporter : Martha
Editor : Edi Sumeks

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID – Tak hanya Bandara SMB II Palembang. Ternyata ada 17 bandara yang kehilangan status internasional pasca terbitnya Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada 2 April lalu. 

Sebelumnya, Indonesia punya 34 bandara internasional. Kini tersisa 17 saja. Berkurangnya bandara internasional ini diharapkan dapat menggairahkan penerbangan domestic “KM 31/2004 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pasca pandemi dengan menjadikan bandara sebagai hub internasional di negara sendiri,” ungkap Juru Bicara Kementerian Perhubungan Aditya Irawati. 

Menurutnya, selama ini bandara internasional di Indonesia tidak memberikan untung banyak untuk dalam negeri. Menurutnya, keuntungan malah didapat oleh negara lain. Alasannya, sebagian besar bandara internasional hanya melayani beberapa negara tertentu saja dan bukan merupakan penerbangan jarak jauh.

Selain itu, saat Covid-19 dunia aviasi terpuruk. Dengan adanya aturan ini diharapkan akan mengerek pertumbuhan penerangan internasional. Menurut Adita, penyelenggaraan bandara internasional di beberapa negara juga melakukan penyesuaian. Ambil contoh India dengan jumlah penduduk 1,42 miliar hanya memiliki 35 bandara internasional 

Menurut dari data Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dari 34 bandara internasional yang dibuka dari 2015-2021, bandara yang melayani penerbangan niaga berjadwal luar negeri dari atau ke berbagai negara hanya sebagian kecil. Yakni, Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bandara Juanda, Bandara Sultan Hasanuddin, dan Bandara Kualanamu. 

BACA JUGA:Nyaris Nihil Wisman, Bandara Turun Kasta

BACA JUGA:Daftar 17 Bandara Internasional di Indonesia Usai Pencabutan Status Bandara SMB II Palembang

“Meskipun 17 Bandara Internasional telah ditetapkan, bandara yang status penggunaannya sebagai bandar udara domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer,” bebernya. 

Misalnya embarkasi dan debarkasi haji dan hal-hal untuk menunjang ekonomi nasional. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. 

“Perlu diketahui bahwa penataan bandara secara umum, termasuk  bandara internasional, akan terus dievaluasi secara berkelanjutan,” jelas dia.  Dukungan efektivitas bandara internasional datang dari Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA). 

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja kemarin menyatakan optimis jika konektivitas nasional justru akan semakin terajut. Dengan dikuranginya bandara internasional  pola penerbangan nasional akan kembali kepada pola hub and spoke.  "Dengan pola hub and spoke, bandara di kota kecil akan hidup dan menjadi penyangga (spoke, Red) bagi bandara di kota yang lebih besar,” kata dia. 

BACA JUGA:Pencabutan Status Internasional Bandara SMB II Picu Kekecewaan, Ancam Wisata dan Perekonomian

BACA JUGA:Penurunan Status Bandara SMB II, Kadin Palembang Bergerak Melobi Pemerintah

Pada pola hub and spoke, selain terjadi konektivitas transportasi udara dan meningkatkan pemerataan pembangunan, Dion berpendapat bisnis penerbangan nasional juga akan lebih meningkat . “Hal tersebut akan berbanding terbalik jika banyak bandara yang bersifat internasional karena akan lebih banyak terjadi penerbangan internasional daripada penerbangan domestik,” ungkapnya. 

Salah satu hal negatif dengan banyaknya bandara internasional, ada kerawanan dari sisi pertahanan dan keamanan. Jika penerbangan internasional di bandara tersebut sangat sedikit, juga akan menjadi tidak efektif. Pemerintah harus menyediakan  tempat untuk Custom, Immigration ,and Quarantine (CIQ) dan persyaratan sebagai bandara internasional lainnya.  

Kategori :