Menumbuhkan Rasa Cinta Kepada Kaum Mustadh’afiin (Fakir Miskin)

Jumat 12 Apr 2024 - 15:25 WIB
Oleh: Irvan Bahri

Dalam perut ibumu sudah Ku-ajarakan kamu berdiri dan duduk. Gerangan siapakah yang mampu untuk itu, selain-Ku? Ketika waktumu telah tiba, dan Ku-wahyukan malaikat penjaga rahim untuk mengeluarkanmu dengan kelembutan sayapnya, sementara kau masih belum punya gigi untuk menggigit atau tangan kuat untuk mendobrak ataupun kaki untuk beranjak.

BACA JUGA:Target Kembalikan Opini WTP

BACA JUGA:Dissenting Opinion, Terdakwa Ajukan Banding

Kemudian Ku-salurkan dua urat tipis dalam dada ibumu demi menyuguhkan untukmu susu murni yang hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas. Lalu Ku-masukkan rasa cinta dalam hati kedua orangtuamu sehingga mereka tak sudi kenyang sebelum kamu kenyang dan tak bisa tidur sebelum kau tidur.

Maka ketika punggungmu sudah tegak dan dirimu sudah kuat, kau tantang Aku dengan maksiat dan kau tidak malu. Namun, walaupun begitu, doamu tetap Ku-kabulkan, permintaanmu tetap Ku-penuhi, dan kalau kau bertobat tetap Ku- 

Realitas zaman sekarang, dahulu waktu kita diciptakan oleh Allah waktu kita masih di rahim ibu kita, Allah sangat perhatian kepada kita. Bahkan Allah menumbuhkan rasa cinta kepada ibu kita agar mereka menyayangi kita. Akan tetapi saat kita didunia ini merasa pisik kita sudah kuat, badan kita sudah mampu untuk berbuat, pikiran pun sudah pintar dan cerdas. Lalu, manusia menjadi angkuh, sombong dan pongah dengan kelebihan-kelebihannya itu. Oleh sebab itu wahai

Momen Idul Fitri ini kita kembalikan kepada fitrah kita, bahwa sebenarnya kita berasal dari makhluk yang lemah, sangat lemah, lalu dikuatkan oleh Allah, maka bersyukurlah kepada Allah dan kepada kedua orang tua kita.ُ Bersyukurlah kepada-Ku dan berterimakasihlah kepada kedua orangtuamu, dan Aku adalah tempat kembali. (QS. Luqman : 14)

Ajaran kasih sayang yang ditanamkan Allah kepada kita sejak dalam kandungan dan kasih sayang yang dikaruniakan Allah kepada orangtua kita, sudah semestinya ajaran kasih sayang tersebut juga disebarkan kepada sesama kita, terutama kepada kaum mustadh’afiin (kaum lemah yang membutuhkan pertolongan). Apakah lagi kita selama sebulan dilatih dengan berpuasa, melatih bagaimana perasaan lapar dan dahaga itu dirasakan oleh saudara kita yang papa dan lapar tiada akhir, hari-hari diselimuti dengan serba kekurangan. Kita sudah merasakannya, ambillah hikmah dan i’tibarnya.

Puasa Ramadhan yang kita laksanakan akan sempurna manakala kita akhiri dengan pengeluaran zakat fitrah. Dengan zakat fitrah inilah ibadah shaum kita menjadi sempurna, dan dengan zakat fitrah ini pulalah kita realisasikan bentuk kecintaan kita kepada mereka (kaum lemah) fakir dan miskin. Rasulullah Saw., bersabda dalam riwayat Abu Daud dari Ibnu Abbas Ra:َ

Rasulullah Saw., mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah (HR. Abu Daud)

Begitu juga zakat maal (harta) fungsinya adalah untuk membersihkan harta yang kita miliki, dan merupakan realisasi bentuk kasih sayang pula kepada sesama yang hidupnya serba kekurangan. Ketahuilah oleh kita semua bahwa di dalam harta yang kita miliki terdapat hak-hak bagi mereka yang miskin. Baik bagi mereka yang miskin meminta-minta dan kaum miskin tapi tidak mau meminta-minta.

Sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat al-Ma’arij ayat ke 24 dan 25 : Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.ُ Kita bercermin kepada teladan Rasulullah Saw., bagaimana beliau mencintai dan menyayangi kaum fakir miskin. Dimaklumi bahwa Rasulullah Saw., mempunyai sifat kasih sayang, lemah lembut dan memiliki sifat empati yang luar biasa kepada fakir miskin. 

Beliau seorang pemimpin, beliau juga sebagai rasul Allah, beliau juga kepala keluarga, namun tetap beliau selalu mengesankan sebagai pribadi miskin. Sehari-hari beliau memakai pakaian katun atau wol yang sederhana, tinggal di rumah yang sederhana, dan makan-minum dengan hidangan yang sederhana pula. Beliau tidur di atas tembikar anyaman daun kurma, hingga pada saat beliau terbangun dari tidur terlihat membekas lukisan daun kurma di pipinya.

Suatu hari rumah beliau kedatangan seorang tamu yang sedang dirundung susah, kerisauan dan kegalauan yang sangat mendalam. Si tamu tersebut lalu bercerita: Wahai utusan Allah, celakalah aku. Langsung Rasulullah menimpali: Kenapa engkau berkeluh kesah, ada apakah gerangan yang membuatmu berkeluh kesah seperti ini wahai saudaraku, Lalu orang itupun menjawab: Aku berhubungan (intim) dengan istriku di (di siang hari) bulan Ramadhan. 

Mendengar pengakuan sang tamu, Rasulullah pun bertanya: Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak? Tamu tersebut menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah melanjutkan pertanyaannya: Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin? Si tamu menjawab pula: Tidak, wahai rasulullah. Lalu Rasulullah memerintahkan si tamu tersebut untuk duduk dan beliau pun duduk untuk menenangkan suasana.

Tidak berselang waktu lama, datanglah seorang sahabat mengirim satu bungkus berisi korma kepada Nabi. Rasulullah kemudian memberikan satu bungkus korma tersebut kepada tamu yang sedang duduk seraya bersabda: Bersedekahlah dengan kurma ini,  Si tamu tadi bertanya lagi kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, tidak ada di antara dua kampung tempat tinggal kami, keluarga yang lebih miskin dari kami. Jadi kepada siapa saya menyedekahkan kurma ini. 

Kategori :