PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID-Akhirnya ada juga kampus yang menyuarakan aspirasi kampus di tengah kondisi perpolitikan tanah air saat ini. Bukan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) yang batal melakukan itu. Tapi dari Universitas IBA Palembang.
Rektor Universitas IBA Dr Tarech Rasyid bersama para dosen dan mahasiswa merasa prihatin dengan kondisi demokrasi Indonesia menjelang Pemilihan Umum 2024 ini.
Mereka membacakan pernyataan sikap yang disebut Petisi Bumi Sriwijaya. Dibacakan tepat di depan pintu masuk Kampus Universitas IBA Palembang, Rabu (7/2).
Kata Tarech, kampus menuntut dihentikannya politisasi kebijakan negara menjelang Pemilu 2024. KPU, Bawaslu, TNI, Polri serta pemerintah harus bersikap netral untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
BACA JUGA:Kritikan dari Dunia Kampus Muncul untuk Jokowi Jelang Pencoblosan, Pengamat Sebut Hal Ini
BACA JUGA:KPUD Mura Siap Terima Kritik dan Saran Demi Pemilu yang Transparan
Menurutnya, Universitas IBA sebagai kampus kebangsaan religius, juga disebut kampus perjuangan reformasi di Sumsel merasa prihatin menyaksikan kondisi kehidupan berbangsa, bernegara, dan berdemokrasi hari ini.
Universitas IBA juga prihatin para guru besar yang menyuarakan nuraninya terhadap pengabaian etika, moral, nilai-nilai Pancasila dan pelanggaran norma konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945), dituding dan dituduh sebagai partisan.
"Sementara itu, ada operasi yang dilakukan oknum meminta rektor untuk membuat video testimoni yang mengapresiasi kinerja Presiden," bebernya.
Bahkan ada operasi terhadap rektor atau kampus yang belum sempat menyuarakan kegelisahan dan keresahannya terhadap kondisi demokrasi menjelang Pemilu 2024.
BACA JUGA:Pj Walikota Palembang Mengerahkan Ribuan Satlinmas Demi Suksesnya Pemilu 2024, Berkolaborasi dengan TNI-Polri
"Tindakan ini tentu akan menimbulkan polarisasi di kalangan masyarakat ilmiah, juga menegaskan bahwa kehidupan berbangsa, bernegara dan berdemokrasi berada dalam kondisi yang mencemaskan," katanya.
Seruan atau kritikan para Guru Besar, intelektual dan akademisi, baik dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS), pada hakekatnya bertolak dari realitas yang meresahkan dan menggelisahkan.
Pihaknya melihat etika moralitas dan nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945 telah diabaikan dalam membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan dan bermartabat.
Hal ini tercermin dari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membuktikan bahwa MK tersebut melanggar etika.
BACA JUGA:Jelang Pemilu! BKN Sudah Terima 47 Laporan Pelanggaran Netralitas ASN, Bagaimana Nasib Mereka?
BACA JUGA:Polres Lahat Perkuat Barisan, Tegaskan Amankan Pemilu dan Netralitas
Pelanggaran yang sama juga dilakukan KPU, sebagaimana keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyebutkan bahwa ketua dan enam anggota KPU melanggar etik.
Kondisi ini tidak luput dari upaya membuka jalan bagi putra presiden untuk mencalonkan diri menjadi wakil presiden melalui cara yang dinilai melanggar etika.
Kondisi tersebut di atas tentu mengancam demokrasi yang merupakan hasil perjuangan reformasi yang tak hanya berdarah, melainkan merenggut nyawa. Ironisnya kondisi itu diperparah oleh sikap presiden yang menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye atau berpihak.
Bahkan, masyarakat pun dipertonton dengan praktik politisasi Bantuan Sosial untuk kepentingan politik elektoral, juga memobilisasi sumber daya aparatur negara melalui kekuasaan yang melanggar hukum dan konstitusi.
BACA JUGA:Ingatkan Netralitas Polri
BACA JUGA:Isu netralitas beberapa hari terakhir jadi sorotan, KPU Warning ASN !
Sikap tersebut menjauhkan cita-cita dalam membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan dan bermartabat.
Ada pun enam petisi Bumi Sriwijaya yang disampaikan Rektor bersama para dosen dan mahasiwa Universitas IBA sebagai berikut:
Pertama, mendesak Presiden Republik Indoneia, Joko Widodo, agar kembali sebagai negarawan yang dapat menjadi teladan dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan dan bermartabat dengan mengedepankan etika, nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kedua menuntut KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai penyelenggara Pemilu harus bersikap netral, profesional dan transparansi dengan mentaati azas dan prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil untuk membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan dan bermartabat.