ASN Lebih Layak Jadi Muzaki

Selasa 30 Jan 2024 - 22:02 WIB
Reporter : tim
Editor : Edi Sumeks

SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan sekitar 400 ribu ASN, baik itu PNS maupun PPPK berhak menerima zakat karena dianggap tergolong MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) dengan gaji di bawah Rp8 juta. Mereka ini dinilai memenuhi beberapa indikator masyarakat miskin dan mayoritas banyak ditemui pada golongan II. 

Namun pernyataan ini dianggap kurang tepat. “Bila ASN berpenghasilan di bawah Rp8 juta dikategorikan miskin, saya kira itu kurang cocok. Apalagi sampai berhak menerima zakat tentu itu lebih tidak cocok lagi," ujar Kepala Bagian Kesra Pemkab Muara Enim, Zulfikar, kemarin (30/1). 

Sebab, jika ASN berpenghasilan di bawah Rp8 juta berhak mendapat zakat artinya hampir semua ASN yang ada bisa mendapatkan zakat. "Padahal sebaliknya ASN selama ini sudah berkewajiban membayar zakat dari penghasilan mereka selama setahun," terangnya. Dikatakan, zakat ASN itu dihitung sebesar 2,5 persen per tahun, hal ini sudah tertuang dalam Perda dan Perbup Nomor 19 Tahun 2021 tentang zakat ASN.

"Kalau dihitung, rata-rata peghasilan ASN itu per tahun kira kira Rp66,9 juta. Dari harga nilai emas saat ini sudah masuk kewajiban zakatnya," bebernya. Kendati peraturan yang ada pun bisa saja diubah, meski ia secara pribadi menyebut ASN itu harusnya membayar zakat bukan menjadi penerima zakat. “Pernyataan Sekjen Kemendagri itu baru sebatas ucapan, sejauh ini belum ada aturan tertulis sehingga belum bisa dijadikan acuan menentukan zakat,” tuturnya. 

BACA JUGA:Benarkah Burung Kakatua Sebagai Penjaga Energi Positif? Begini Mitos dan Realitasnya!

BACA JUGA:Dalam Orientasi PPPK, Menag Ajak ASN Jalankan Mentalitas Pelayanan

Ketua Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Darman Syafei menilai apa yang disampaikan Sekjen Kemendagri tidak pas disampaikan ke ruang publik. “Agak aneh kalau gaji Rp8 juta disebut bisa menerima zakat dan dikatakan miskin,” ujarnya, kemarin (30/1).

"Karena Indonesia bukan negara maju. “Kalau standar negara maju, ya mungkin gaji nominal Rp8 juta sebulan itu tergolong rendah. Tapi seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan gaji pegawai negeri bila dirasakan gaji masih kurang,” tuturnya, kemarin.

Apalagi menurut Darman, di lingkup Baznas, ada surat edaran dari Baznas Pusat bahwa gaji minimal Rp6,8 juta sudah wajib berzakat 2,5 persen. “Terkait SE Baznas Pusat ini bahkan rencananya meminta bantuan Bupati OKU ikut membuatkan aturannya,” bebernya. Sementara untuk gaji yang nilainya di bawah Rp6,8 juta dianjurkan sebatas melaksanakan infak. Jadi menurutnya, kalau gaji PNS di bawah Rp8 juta bisa menerima zakat juga dianggap tidak tepat.

“Lagipula PNS tidak masuk dalam 8 asnaf yang layak menerima zakat, salah satunya fakir miskin,” tuturnya. Ditambahkan Darman, saat ini Baznas OKU sendiri bakal melaksanakan program OKU Peduli sebagai bagian dari 5 program Baznas. “Nantinya siapa saja bisa berinfak seperti untuk korban banjir,” ujarnya. 

BACA JUGA:Dorong ASN Jadi Garda Terdepan Wujudkan Pemilu Damai di Ruang Digital

BACA JUGA:Isu netralitas beberapa hari terakhir jadi sorotan, KPU Warning ASN !

Ketua Baznas Lahat, H Hamdi Arsal didampingi Waka 4 H Hasnul Basri menjelaskan saat ini ASN kebanyakan menjadi muzaki atau pemberi zakat, bukan penerima zakat atau mustahiq. “Penerima zakat itu ada 8 kriteria sesuai asnaf atau golongan yang berhak mendapatkan zakat berdasarkan surat At-Taubah ayat 60,” tegasnya. 

Yaitu fakir, miskin, amil, ghorimin (orang punya hutang untuk kepentingan anak sekolah dan lain-lain), mualaf (orang yang baru masuk Islam), budak (hamba sahaya), sabilillah, dan ibnu sabiil. 

Seharusnya, yang punya gaji di atas Rp5 juta itu wajib berzakat bukan menjadi mustahiq. "Bagaimana kalau rakyat yang pendapatannya per hari di bawah Rp50 ribu. Maka seharusnya naikkan gaji ASN, bukan menjadi mustahiq," sampainya. Pernyataan yang ada justru secara langsung menghalangi umat Islam ingin mengeluarkan zakat atau infaknya. (gti/bis/way/)

Kategori :