Lepas dari hari itu, yang pasti, biasanya terdapat pendapat positif dan negatif dalam setiap ungkapan yang disampaikan seseorang. Seandainya seseorang itu mengemukakan empat buah pendapat, maka boleh jadi tiga di antaranya adalah pendapat positif, sedangkan yang satunya dianggap negatif. Dalam menyikapi hal ini, tentu masing-masing orang akan menggunakan perspektif yang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang berkonsentrasi pada tiga pendapat positif dengan memuji dan memberikan dukungan. Ada juga yang justru berkonsentrasi pada satu pendapat yang dianggapnya negatif. Kecenderungan yang kedua ini biasanya berujung pada kritik dan celaan, sehingga akhirnya dapat memicu perdebatan. Menurut Ibrahim el-Fiky, mencela dan mengkritik merupakan buah dari berpikir negatif yang mengandung racun seperti bisa ular yang masuk dalam aliran darah dan kemudian mematikan.
1. Mencela
Di saat mencela seseorang, Anda pasti sedang dalam posisi mempertahankan diri. Reaksi orang yang sedang menerima celaan dari Anda pun bisa saja menjadi negatif. Celaan telah membuat seseorang merasa menjadi korban dan menjadi racun dalam dirinya, sehingga ia menjadi sangat sedih. Jika Anda mencela salah seorang sahabat yang datang terlambat dalam pertemuan yang telah ditentukan, ia akan merasa menjadi korban dari perlakuan Anda. Jika mencela seorang pimpinan maka ia pun akan merasa menjadi korban dan harga dirinya terusik. Jika mencela orang lain, berarti anda telah mengirim pesan ke akalnya dan memintanya untuk membuka file-file celaan yang tersimpan dalam memorinya agar digunakan untuk mencela anda. Anda berarti telah meminta file-file harga dirinya untuk bangkit. Orang yang suka mencela, ia juga akan menerima celaan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan apabila celaan yang akan diterima bisa lebih “kejam” dari apa yang telah Anda sampaikan.
2. Mengkritik
Sebelum dielaborasi lebih lanjut, terdapat beberapa pertanyaan yang patut diajukan. Apakah Anda pernah dikritik di hadapan banyak orang? Bagaimanakah perasaan Anda ketika dikritik di hadapan banyak orang? Apakah Anda merasa senang, berbunga-bunga, tidak enak hati atau bahkan marah? Secara psikologis, tentu kebanyakan orang akan merasa tidak enak hati ketika mendapatkan kritikan. Boleh jadi, orang itu juga akan marah dan bahkan berusaha untuk membela diri. Oleh sebab itu, jika dengan terpaksa harus mengkritik, sampaikanlah dengan cara-cara yang baik. Mulailah dengan pernyataan-pernyataan positif tentang orang yang dikritik dan akhiri pula dengan sesuatu yang juga positif. Gagasan kritis Anda bisa diselipkan di tengah-tengah penyataan-pernyataan positif tersebut. Dengan demikian, orang yang Anda kritik tidak merasa kalau dirinya sedang dikritik.
Apabila tidak menggunakan cara-cara yang santun, kritikan sangat mungkin mengundang reaksi yang cukup keras. Dengan tanpa disadari, kritik juga dapat menyebabkan orang yang dikritik merasa sendirian dan tidak berguna. Oleh karena itu, kritik dapat berdampak negatif dan mengundang amarah. Jika ada yang suka mengkritik orang lain berarti ia sedang mengundang orang tersebut untuk mengkritiknya. Pada akhirnya, terjadilah saling kritik di antara keduanya. Pelan tetapi pasti, keduanya akan saling bertahan untuk saling “menjatuhkan”. Di saat situasi sudah “memanas”, keduanya tidak bisa dihindarkan untuk saling debat.
Anjuran Meninggalkan Debat
Melihat dampak debat mengandung mudharat yang cukup besar, Rasulullah s.a.w. menganjurkan kita untuk meninggalkannya. Hal ini tampak dalam beberapa hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا
Artinya: Dari ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Engkau akan mendapatkan dosa selama engkau suka berdebat.”
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ } الْآيَةَ
Artinya: Dari Abu Umamah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “tidak akan tersesat suatu kaum setelah petunjuk selama mereka masih tetap di atasnya, kecuali orang-orang yang senang berdebat.” Kemudian Beliau membaca ayat ini: “tetapi mereka itu adalah kaum yang senang berdebat.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ الْعَبْدُ الْإِيمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ فِي الْمُزَاحَةِ وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.”
Hikmah Meninggalkan Debat. Perlu dicatat bahwa orang yang senang berdebat akan menimbulkan dosa dan kesesatan. Kecenderungan orang yang suka berdebat adalah mengomentari setiap perkataan orang lain dari sisi lemah atau salahnya. Komentar tersebut biasanya berupa celaan dan kritik. Akibat dari komentarnya itu, orang yang berpendapat lalu berargumentasi untuk mempertahankan pendapatnya. Akhirnya, terjadilah perdebatan di antara keduanya. Pada umumnya, setiap perdebatan berakhir dengan keadaan yang tidak menyenangkan, terutama bagi mereka yang kalah.
Jika memang demikian, lantas bagaimanakah perasaan Anda di saat bergaul dengan orang-orang yang suka sekali membantah, mencela, mengkritik atau mengomentari setiap perkataan Anda? Apabila setiap perkataan selalu dibantah oleh orang lain, tentu perasaan Anda akan menjadi tidak enak. Bagaimana pun, orang yang suka sekali berbantahan akan menjauhkan silaturrahim. Padahal, orang yang beriman dituntut untuk senantiasa menjaga hubungan silaturrahim yang baik sahabat-sahabatnya. Oleh sebab itu, mereka pasti akan meninggalkan debat, meskipun dalam posisi benar.