Saya menggelengkan kepala. Saya benar-benar belum kenal nama Yoseb. Lagi pula saya wartawan yang baru bekerja dua minggu. Saya baru kenal redaktur rubrik. Belum kenal copy editor.
"Yuli Setyo Budi. Yoseb. Kodenya JOS!" jelas Satpam. "Urusan apa pendemo itu dengan Yoseb?" tanya saya.
Rupanya kehebohan besar itu berawal dari salah ketik di dalam salah satu artikel.
BACA JUGA:Doktor Teguh
BACA JUGA:Pengkhianat Drone
Harusnya huruf "N" yang di-klik. Ternyata keliru huruf "B". Dua tombol huruf itu memang bersebelahan di keyboard komputer.
Tahun 1991, artikel dan berita dari luar kota dikirim melalui mesin faksimile. Naskah tersebut kemudian diketik ulang oleh copy editor. Teknologi internet baru dikenal 4 tahun kemudian.
Karena bertepatan dengan hari besar Islam Maulid Nabi, Jawa Pos menurunkan artikel bertema keteladanan Rasulullah. Yuli Setyo Budi selaku copy editor yang kebagian tugas.
Di Jawa Pos, nama Yuli Setyo Budi itu dianggap terlalu panjang. Awak redaksi lalu memanggilnya dengan sebutan Yoseb (diucapkan Yosep): Singkatan prokem Yuli Setyo Budi.
BACA JUGA:Nusantara Indonesia
BACA JUGA:Emas Budi
Konon karena ada karyawan lain Bernama Yuli, Setyo, dan Budi. Nama Yoseb ini tiada duanya. Celaka 14. Yoseb salah ketik.
Maksud hati akan menulis "Nabi". Huruf "N" salah tutul dengan huruf "B". Hasilnya berabe. Wajar kalau ada pembaca yang terbakar emosinya.
Apalagi muncul informasi sesat: Kode JOS di bagian akhir tulisan itu singkatan dari "Yosep". Padahal "Yoseb" itu berasal dari "Yuli Setyo Budi". Bukan "Yosep" yang lain.
Entah bagaimana model komunikasi warga waktu itu. Internet belum dikenal. Telepon selular belum ada. Apalagi media sosial dan aplikasi chatt masih jauh.
BACA JUGA:Rasional Khalwat
BACA JUGA:Penduduk Turun
Dalam tempo tidak sampai lima jam sejak koran Jawa Pos beredar, gelombang demonstrasi sudah begitu besarnya. Konon karena berbarengan dengan banyaknya acara pengajian.