https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Pagar Teras

Para pengunjung berkumpul di tanah kosong dekat masjid, dulunya di situ teras rumah Bani Saidah.-foto: disway.id-

HOTEL saya di Madinah hanya sepelemparan piring dari Masjid Abu Bakar. Berarti Anda sudah tahu: dekat sekali dengan gerbang 316 Masjid Nabawi –masjid utama yang dulunya rumah Nabi Muhammad.

Antara hotel saya dan masjid Abu Bakar ini dipisahkan oleh taman kecil. Biar pun pohonnya tumbuh dengan malasnya, tapi ada beberapa tempat duduk melingkar.

Bisa duduk-duduk melihat begitu banyak merpati berebut makanan yang Anda tebarkan. Antara masjid Abu Bakar dan Masjid Nabawi kini juga sudah ada taman. Lebih besar. Tempat duduknya lebih banyak. Indah. Rapi. Tertata.

Seperti di Amerika. Bisa sambil melihat orang belanja emas di dekat taman itu. Atau lihat antrean di KFC yang panjang. Ada loket antre khusus wanita.

BACA JUGA:Kalah Takut

BACA JUGA:Tersiksa Jendela

Pohon-pohon di taman ini juga sangat malas bertumbuh seperti tidak bisa menghargai semangat yang menanam mereka.

Udara kering. Sejuk tapi kering. Terasa baal di wajah. Di bibir. Di telapak. Sinar matahari seperti lampu yang volumenya dinaikkan.

Setiap kali hendak salat di Masjid Nabawi selalu melewati masjid Abu Bakar: mungil, antik, indah. Masjid ini difungsikan sebagai monumen: di situlah dulu rumah Abu Bakar, pemimpin Islam pertama setelah Nabi Muhammad wafat.

Sesekali masjid dibuka.  Saya juga ingin lihat dalamnya: karpet tebal. Tidak ada yang lain. Saya lihat beberapa orang salat di karpet itu. Tidak boleh lama-lama. Gantian.

BACA JUGA:Depan Belakang

BACA JUGA:Risang Bima

Masjid Abu Bakar ini juga hanya sepelemparan piring dari Masjid Ali bin Abi Thalib: pemimpin keempat setelah Abu Bakar, Umar, dan Usman.

Masjid Ali juga berfungsi sebagai monumen: di situlah dulu rumah Ali. Masjid monumen ini belum dibuka untuk umum. Lingkungannya masih direnovasi. Dibuatkan taman.

Berarti rumah dua khalifah itu berdekatan. Di satu taman yang tersambung: untuk perspektif saat ini. Tapi di zaman itu letak rumah dua khalifah tersebut bisa beda RT. Atau beda gang. Beda lorong.

Pun dengan rumah Nabi Muhammad, yang kini jadi bagian terlama Masjid Nabawi: di halaman yang sama. Tapi di zaman itu bisa terasa lebih jauh.

BACA JUGA:Kepentingan Umum

BACA JUGA:Food Estate

Banyak rumah kampung yang memisahkannya. Karena Masjid Nabawi terus diperluas –dan halamannya terus ditambah-- maka rumah Nabi, rumah Abu Bakar dan rumah Ali seperti tidak berjarak lagi.

Meski jarak rumah mereka begitu dekat perbedaan pendapat dua tokoh itu bisa begitu jauh. Anda sudah tahu: begitu Nabi Muhammad wafat, ada pertemuan penting di teras rumah milik tokoh asli Madinah: Sa'ad bin Ubadah.

Teras ini dulunya jadi tempat berkumpul tokoh-tokoh dari suku tuan rumah. Tapi sejak Nabi Muhammad pindah ke Madinah (dari Makkah) tempat berkumpul itu pindah ke rumah Nabi.

Begitu ada kabar Nabi wafat, tokoh-tokoh asli Madinah kumpul kembali di teras rumah Sa'ad. Mereka membicarakan siapa yang harus menggantikan Nabi sebagai pemimpin masyarakat.

BACA JUGA:Beras Bansos

BACA JUGA: Madura Kaili

Sa'ad sendiri, sebagai tuan rumah, lagi sakit. Agak berat. Padahal suaranya sangat ditunggu. Maka Sa'ad mewakilkan ke anaknya untuk berbicara. Intinya: pemimpin baru harus dari suku Madinah asli.

Selama Nabi tinggal di Madinah memang banyak tokoh dari Makkah yang ikut tinggal di Madinah. Suku mereka berbeda. Tokoh seperti Sa'ad khawatir pemimpin baru nanti dari kaum pendatang. Padahal yang paling berjasa atas Islam adalah orang Madinah.

Mereka tahu: saat Nabi menyebarkan Islam di kampungnya, penentangan luar biasa. Sampai Nabi mau dibunuh. Begitu Nabi hijrah ke Madinah masyarakat Madinah menyambut dengan sukacita: sampai berebut agar Nabi mau tinggal di rumah mereka.

Islam pun berkembang dari Madinah. Dari rumah Nabi yang kini jadi Masjid Nabawi itu. Tentu tokoh-tokoh pendatang mendengar: ada rapat besar di teras rumah Sa'ad. Mereka pun ke sana. Perkumpulan di teras itu membesar. Campur.

BACA JUGA:Hilirisasi Rudi

BACA JUGA:Solusi Sapi

Para tokoh mengemukakan pendapat tentang bagaimana setelah Nabi wafat. Termasuk tokoh pendatang seperti Abu Bakar dan Umar. Mereka saling adu pendapat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan