Pagar Teras

Para pengunjung berkumpul di tanah kosong dekat masjid, dulunya di situ teras rumah Bani Saidah.-foto: disway.id-

Yang sudah bicara pun bicara lagi. Terus bergantian. Saling merekomendasikan nama yang pantas menggantikan Nabi Muhammad. Baik yang dari pendatang maupun tokoh asli Madinah.

Ada satu tokoh penting yang tidak hadir: Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah, berarti menantu Nabi Muhammad. Saat itu Ali pilih berada di rumah Nabi. Mengurus kematian mertuanya itu.

Jarak antara rumah Nabi dengan teras itu kira-kira 500 meter. Tentu, waktu itu, dipisahkan oleh banyak rumah, rumah kampung model Arab.

BACA JUGA:Kaca Spion

BACA JUGA:Bukan Bintang

Di perhelatan di teras itu banyak yang menyebut nama Umar pantas jadi pemimpin baru. Tentu banyak juga yang tidak setuju.

Akhirnya, setelah bertele-tele, Umar berdiri. Ia menggapai Abu Bakar. Ia menyatakan bai'at pada Abu Bakar. Ia angkat Abu Bakar sebagai pemimpin barunya.

Melihat apa yang dilakukan Umar yang lain pun ikut bai'at. Jadilah Abu Bakar, tergolong paling tua saat itu, khalifah pertama.

Tentu ada yang khawatir: bagaimana kalau Ali tidak mau mengakui Abu Bakar sebagai pemimpin baru. Bukankah banyak yang berpendapat Ali-lah yang sebenarnya lebih berhak jadi pemimpin baru.

BACA JUGA:Quick Count

BACA JUGA: Saling Sepak

Nabi sendiri mengakui kehebatan Ali –dan orang tahu itu. Maka dicarilah Ali: agar mau ke teras itu untuk berbai'at pada Abu Bakar.

Ketika ada yang berhasil menemuinya, Ali pun menjawab: apakah jenazah Nabi dibiarkan tidak ada yang mengurus?

Banyak sekali tafsir atas ucapan Ali itu. Sebagian tafsir menilai Ali memang tidak mau mengakui kepemimpinan Abu Bakar. Ali merasa dirinya lebih berhak memimpin.

Banyak juga yang menilai Abu Bakar terpilih hanya karena Ali tidak hadir di teras itu. Seandainya ada Ali di sana keadaan bisa berbeda.

BACA JUGA:Tanpa Megawati

BACA JUGA:Nomor Dua

Memang ada juga yang menilai Ali masih terlalu muda. Saat itu. Mungkin semuda Gibran –untuk menafsirkan apa yang pernah diucapkan Khofifah Indar Parawansa saat kampanye untuk Prabowo-Gibran. Saat ikut Nabi hijrah ke Madinah usia Ali 23 tahun.

Tanpa pengakuan dari Ali, legitimasi Abu Bakar kurang kuat. Maka ada upaya untuk memaksa Ali berbai'at ke Abu Bakar.

Ali tetap tidak mau. Sampai pun rumah Fatimah dikepung. Begitu penting peristiwa di teras itu. Dari situlah istilah ijma ulama bermula.

Ahli-ahli sejarah dari dunia Barat pun banyak melakukan penelitian peristiwa di teras itu. Mereka meneliti sebagai ilmuwan murni. Tanpa keterikatan emosi dan keimanan.

BACA JUGA:Pertama Nyoblos

BACA JUGA:Ujung Lorong

Anda bisa banyak belajar dari literatur independen tersebut. Tidak hanya seperti di pelajaran tarikh Islam di madrasah. Dalam sejarah Islam peristiwa di teras itu terkenal dengan sebutan saqifah Bani Saidah. Artinya: teras Bani Saidah.

Rumah berteras itu memang rumah keprabon keturunan Saidah, tokoh besar di Madinah sebelum Islam. Saya ke teras itu Jumat lalu. Diantar oleh Mas Bajuri, pemilik travel Bakkah yang membawa saya umrah sekarang ini.

Saat saya masih menjadi Pak Boss dulu, Mas Bajuri menjadi pemred mingguan Nurani –media untuk ummat. Ia lulusan fakultas syariah (hukum Islam) UIN Sunan Ampel Surabaya.

Saya yang minta untuk diantar ke teras itu. Ternyata memang dekat sekali. Teras itu sekarang sudah mepet ke halaman Masjid Nabawi.

BACA JUGA:Lorong Gelap

BACA JUGA:Little Dragon

Jangan berharap terasnya masih ada. Teras itu sudah jadi tanah kosong. Hanya ada satu pohon di pojoknya. Tanah kosong itu dipagari. Mungkin akan jadi hotel sebentar lagi.

Bahwa di situlah teras Bani Saidah bisa Anda baca dari tulisan yang ada di pagar itu. Banyak orang berkelompok di halaman masjid di dekat pagar itu: mereka mendapat penjelasan dari tour leader soal terpilihnya Abu Bakar. Versi mereka masing-masing.

Setelah melihat pagar itu saya berkesimpulan: bergegaslah ke Madinah. Mumpun jendelanya masih ada –ups, mumpun pagarnya masih ada. (Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan