LAHAT, SUMATERAEKSPRES.ID - Nama-nama seperti Aditya Gumay sering terdengar di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, di mana kata "Gumay" atau "Gumai" melekat di belakang beberapa nama.
Namun, apakah Gumay sebenarnya merupakan marga? Mario Andramatik, seorang pemerhati wisata dan budaya di Kabupaten Lahat, memberikan penjelasan.
Kabupaten Lahat, sebagai kabupaten tertua di Sumatera Selatan, memiliki tiga kawasan Gumay: Gumay Ulu, Gumay Talang, dan Gumay Lembak. Tetapi menariknya, Gumay bukanlah sekadar marga, seperti yang diungkapkan oleh Mario.
Menurut Mario, sebelum pembentukan Kabupaten Lahat pada tahun 1959, daerah ini awalnya bernama Afdeeling Palembangsche Bovenladen atau Palembang Dataran Tinggi.
BACA JUGA:Kebakaran di Belakang Masjid Agung Lahat, Tiga Rumah Jadi Santapan si Jago Merah
Pada tahun 1869, Pemerintah Hindia Belanda membentuk daerah ini. Lebih menarik lagi, sebelum adanya pemerintahan Belanda, telah ada sistem pemerintahan marga.
"Sistem pemerintahan marga telah berlangsung sebelum masuknya Pemerintah Hindia Belanda dan terus berlanjut hingga pasca-kemerdekaan," ungkap Mario.
Marga, sebagai komunitas asli atau masyarakat adat, memiliki lembaga sendiri, perangkat hukum, dan aturan yang jelas.
Dalam Undang-Undang Simbur Cahaya, aturan pemerintahan marga mengacu pada sistem yang terdiri dari beberapa dusun. Setiap dusun dipimpin oleh seorang pasirah, kerio, dan penggawa.
BACA JUGA:Sarjani Jabat Ketua KPU Lahat
BACA JUGA:Pernyataan Resmi Kapolres Lahat Mengenai Motif Pembacokan oleh Anak Mantan Kades
Namun, dengan berjalannya waktu, terutama pada masa Orde Baru, fungsi marga mulai terpinggirkan.
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 bahkan menghapuskan sistem marga di Sumatera Selatan, merusak lembaga-lembaga tradisional dan adat.
Pada masa tersebut, kekuasaan pasirah dan kerio digantikan oleh pemilihan kepala desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.