BACA JUGA:Kejati Sumsel Pastikan Tes Penerimaan CPNS Berjalan Baik, Ada Oknum Nakal Segera Lapor!
Di samping itu,berkenaan hasil panennya sendiri, hingga saat ini tdiak ada pembagian hasil panen sawit dimaksud. Untuk itu pula, masyarakat dan anggota plasma dari total lahan sekitar 1.393 Ha ini menuntut adanya transparansi keseluruhan atas bagi hasil tanah warga yang ditanami dan jadi plasma perusahaan tersebut.
"Kita juga mendesak agar lahan masyarakat seluas sekitar 495 Ha ini agar dilakukan revisi terkait dengan SK Bupati tentang calon peserta plasma dan/atau dihitung ganyi kerugian besaran sesuai harga pasaran, tanam tumbuh dan bagi hasil lahan yang telah ditanami sawit. Yang mana, ini diduga dilakukan dengan cara paksa dan dengan modus penipuan atau penggelapan," ulasnya.
M Sigit Muhaimin SH, Kuasa Hukum warga dari Kantor YBH Sumsel Berkeadilan menjelaskan, berkaitan hal tersebut, dirinya patut menduga adanya permainan oleh mafia tanah yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.
BACA JUGA:Maret 2024, Gedung Landmark BSI Aceh Siap Menjadi Pusat Keuangan Terkemuka
Yakni mulai meminta warga supaya menyerahkan lahan untuk dibangun plasma yang pada faktanya hanya dijanjikan tetapi tidak dibangunkan plasma.
Bahkan sekitar 1.393 Ha lahan yang diserahkan hanya 898 Ha saja yang mendapatkan plasma, dengan demikian hal ini seperti mengadu domba sesama warga. Sedangkan yang tidak ada nama di calon peserta plasma yang tidak termasuk sebanyak 292 orang dengan luas lahan mencapai 495 Ha.
"Masyarakat yang mendapatkan plasma ini, sejak tahun 2016-2019 tidak pernah dibagi hasil panen plasma. Sehingga akhirnya itu provokasi dengan cara tidak membagikan hasil plasma memuncak di tahun 2021 lalu. Atas hal ini, terjadi pemanenan masyarakat di areal plasma yang ditunjuk. Bahkan atas hal ini pula, terjadi kriminalisasi ke ketua dan anggota Koperasi Cahaya Bersama Sawit dan menyebabkan harus menjalani hukuman pidana," terangnya.
BACA JUGA:Tak Urus Sertifikasi, Izin Dicabut, Ditjen PHU Kemenag RI Surati 681 PPIU, Deadline 30 November
Bahkan terkait adanya penemuan tersebut, lantas warga dan juga pengurus Koperasi Cahaya Bersama Sawit melaporkan dugaan mafia tanah di sektor perkebunan tersebut ke Mabes Polri yang ditindaklanjuti jua oleh Polda Sumsel dengan nomor suratnya itu B/5224/VII/2023/DITTIPIDUM.
Sedangkan untuk hal tersebut, pihaknya melayangkan surat Presiden RI, Kapolri, KPK, Kompolnas, Ombudsman RI, Menkopolhukam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI dan kepada Bupati Banyuasin.
"Kami minta keadilan dan agar laporan ini juga bisa ditindaklanjuti dan mengungkap secara terang benderang, dugaan dari pada praktik mafia tanah tersebut. Untuk terkait surat menyurat dan perizinan, kami minta agar bisa ditunda dan izin yang diberikan ke PT CVA supaya dibatalkan hingga masalah ini selesai. Tentunya, langkah kongkrit dari instansi terkait sangat penting untuk dapat menjamin keselamatan dan menegakkan aturan hukum yang berlaku," jelasnya.
BACA JUGA:Prajurit Raider Tewas, Orang Tua Minta Usut
Sementara itu, Humas PT CVA, Kusnan membantah bila PT CVA tidak membayarkan hasil panen dari petani plasma tersebut. Bahkan kata Kusnan, PT CVA telah membayarkan hasil panen petani plasma tersebut sebesar Rp 4,9 miliar yang dibayarkan melalui koperasi.
Dimana untuk besaran nilai hasil panennya tersebut, disebutkannya setiap petani akan mendapatkan Rp 5 juta/ha yakni untuk hasil panen dari 2019-2021 lalu.
"Semua sudah kita bayarkan, namun akan hal ini melalui koperasi. Pembayarannya Rp 4,9 miliar untuk hasil panen 2019-2021 dan setiap hektar mendapatkan Rp 5 juta. Akan tetapi, untuk pembagian di lapangan, info yang kita dapatkan tidak merasa dibagikan oleh koperasi. Ada yang dibayar Rp 2,5 juta perhektar, namun juga ada yang dibayarkan full Rp 5 juta/ha," ulasnya.