Mengenal Lebih Dekat Pejuang Keselamatan Pelintasan Kereta Api tanpa Palang Pintu
Pekerjaannya terlihat sepele. Namun menyangkut keselamatan pengguna jalan yang hendak melintasi rel. Sebab, tidak semua pelintasan sebidang memiliki palang pintu. Salah satunya di pelintasan kereta api Tebing Bantaian. Seperti apa kisah petugas jaga pelintasan kereta api tanpa palang pintu di Tebing Bantaian? Dr. Desy Misnawati, S.Sos, M.I.Kom – MUARA ENIM TERIK matahari di atas kepala. Tidak menyurutkan semangat Apriansyah (43), menjalani tugas sukarela sebagai penjaga pelintasan KA tanpa palang pintu Tebing Bantaian. Sudah digelutinya sejak tahun 2000 silam. Pelintasan KA yang satu ini, beda dengan pelintasan KA lainnya. Di pelintasan sebidang Tebing Bantaian, Desa Panang Jaya, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, itu tidak memiliki palang pintu maupun buzzer (sirine) penanda KA hendak melintas. Begitu mendengar klakson KA dari kejauhan, Apriansyah bersama rekan-rekannya biasanya langsung bergegas. Memberi aba-aba kepada pengemudi, baik kendaraan roda empat maupun roda dua untuk berhenti sejenak, karena ada KA akan melintas. Memakai rompi bertuliskan Dishub, Apriasyah bersama rekannya berdiri di tengah jalan. Menghadang kendaraan agar tidak menerobos pelintasan KA. Dalam kondisi apa pun, baik itu panas, hujan, atau listrik padam di malam hari. Tidak boleh lalai sedikitpun, nyawa taruhannya.“Selama 22 tahun menjadi petugas pelintasan KA Tebing Bantaian, tentu banyak suka dukanya. Sudah diatur dan diingatkan, masih saja ada kendaraan mau menerobos. Padahal jarak kereta dengan pelintasan sudah dekat. Rata-rata yang bandel itu travel,” tuturnya, Kamis (26/1).Dia memang tidak sendiri berjaga di sana. Ada 24 orang, yang dibagi 3 shift. Dia menekankan, pekerjaan yang ditekuni harus sesuai prosedur. Namun tantangannya, memang ulah pengendara yang tidak sabaran. Padahal itu membahayakan dirinya sendiri dan keselamatan perjalanan KA. “Kalau masih bisa ditegur, ya ditegur. Yang penting kami sudah melakukan pelayanan sesuai prosedur,” ucapnya, didampingi tokoh pemuda Desa Panang Jaya, Drajat Kuniawan ST atau Dodi Tanu. Terkadang, mereka juga pernah sampai harus memukul kap depan mobil yang coba menerobos pelintasan rel. Sebab, kereta sudah sangat dekat. Sekitar 15 meter lagi. “Setelah kami hadang dan pukul kap mesin mobilnya, baru sopirnya sadar bahwa ada kareta akan melintas,” katanya. Selama menjalankan tugas menjaga pelintasan KA itu, Apriansyah juga pernah dijahili pengendara yang melintas. Gayanya seperti akan memberikan uang tips. Nyatanya yang diberi struk bekas belanja, uang robek, hingga gumpalan tanah.
“Ya macam-macam lah. Ada-ada saja temuan di lapangan. Tapi itu semua, tidak membuat kami berkecil hati atau merasa terhina. Terpenting kendaraan yang melintas aman, tidak ada terjadi kecelakaan dengan kereta api,” imbuhnya.Dodi Tanu, menceritakan pada 1999 kondisi daerah jalan lintas Tebing Bantaian masih dibilang sangat rawan. Baik itu kecelakaan di pelintasan kereta api maupun tindak kriminal. Karena itu orang tuanya, Tano, berinisiatif mendirikan pos keamanan lalu lintas dan pelintasan KA Tebing Bantaian. Dia sendiri baru pada 2003, melihat potensi pemuda desanya. Alumni Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Palembang itu memberi pandangan manajemen kepada pemuda desa sebagai pelopor keselamatan di pelintasan kereta api.
“Akhirnya sepakat, perizinannya kami urus. Di bawah binaan Polda Sumsel. Kemudian kami dirikan fasilitas seperti pos pelintasan kereta api, pos istirahat dan sistem kerja,” ungkapnya.Perjalanan cerita Pos Keamanan Jalan Raya (PKJR) Tebing Bantaian, sangat panjang dan memiliki cerita tersendiri. Setiap HUT Polri, petugas penjaga pelintasan kereta api Tebing Bantaian, selalu mendapat piagam penghargaan. Sampai tahun 2011.
“Sebab PKJR Tebing Bantaian dibubarkan, diganti Pos Keamanan Rel Kereta Api (PKRKA). Disetujui oleh PT KAI, Pemda, Dishub dan Polda,” ulasnya. Ketika Kapolri dijabat Jenderal Tito Karnavian, pada 2018 PKRKA di bawah naungan Dinas Perhubungan Kabupaten Muara Enim.Sementara itu, Heri (35), pengemudi travel jurusan Pagaralam-Palembang, merasa sangat terbantu dengan adanya petugas pelintasan kereta api tanpa palang pintu Tebing Bantaian. Sebab dia dalam seminggu, lima hari bolak-balik Pagaralam-Palembang.
“Karena kita tidak tahu, jika ada kereta api. Baik itu Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang (Babaranjang), KA Pertamina, atau KA penumpang akan melintas. Terlebih di malam hari. Ketika rasa kantuk dan lelah, membuat kita kehilangan konsentrasi,” ujar Heri.Setiap kali melintas di pelintasan KA Tebing Bantaian, dia selalu memberi uang tips Rp10 ribu kepada petugas yang berjaga. “Kalau sepi penumpang, saya kasih Rp10 ribu. Kalau penumpang ramai, Rp20 ribu,” ungkap Heri sembari melirik spion, mengisyaratkan penumpang penuh. Terpisah, Kabid Transportasi dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Kabupaten Muara Enim, Ahmad Junaini SIP, mengatakan sukarela pelintasan Tebing Bantaian mereka latih dan dibina. Diberikan pula perlengkapan khusus. “Artinya petugas sukarela pelintasan Bantaian ini legal. Kami juga terbantu dengan adanya mereka,” tegasnya. (*/)
Kategori :