Pengobatan ODGJ 2 Fase, Khusus Pasien Kasus Pembunuhan Tunggu Surat Kepolisian
dr Seiska Mega SpKJ MSc. -FOTO: IST-
SUMATERAEKSPRES.ID - RUMAH Sakit (RS) Ernaldi Bahar Provinsi Sumsel, jadi rujukan melayani dan merawat pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Termasuk pelaku pembunuhan yang diduga ODGJ. Namun tidak bisa langsung ditangani, setelah dikirim ke RS Ernaldi Bahar.
“Untuk yang pelaku pembunuhan, biasanya (ditangani) setelah (RS Ernaldi Bahar) mendapat surat perintah visum dari aparat kepolisian yang menangani,” jelas Psikiater RS Ernaldi Bahar, dr Seiska Mega SpKJ MSc, kemarin.
Dalam penanganan pasien ODGJ yang tersandung kasus pembunuhan, pasien tersebut akan diamati terlebih dahulu selama dalam jangka waktu tertentu di bangsal rumah sakit. “Pasien tetap akan dipenuhi hak-haknya sebagai pasien dalam jangka waktu tersebut," kata Seiska.
Sebab, pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan jiwa, tidak bisa langsung disimpulkan apa penyebabnya. Perlu tindakan pemeriksaan terlebih dahulu. "Karena sangat kompleks,” sambungnya.
BACA JUGA:ODGJ, Menunjukkan Pola Pilihan Relatif
BACA JUGA:ODGJ Jadi Pemilih, Tergantung Surat RS Jiwa
Di RS Ernaldi Bahar, ada sekitar 164 tempat tidur. Mengenai jumlah pasiennya fluktuatif. Tidak banyak, tapi pernah terkadang pula penuh. Selain rawat inap, juga ada fasilitas rawat jalan. “Tapi untuk periode saat ini, sedang tidak ada pasien ODGJ kasus pembunuhan,” terang Seiska.
Secara umum, teknik pengobatan pasien ODGJ terdiri dari 2 fase. Yakni, fase akut, dimana saat pasien sedang gaduh gelisah. Tidak bisa mengendalikan perilakunya, dan berbahaya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. "Pasien ini diberikan obat dengan aksi cepat (injeksi)," terangnya.
Kedua, fase stabilisasi atau pemeliharaan. "Pada pasien ini jika perilaku sudah lebih terkendali, diberikan obat antipsikotik sesuai dengan kondisi pasien,” imbuhnya. Pasien ODGJ yang dirawat karena memiliki indikasi membahayakan lingkungan, orang lain, dan diri sendiri.
Penyebab ODGJ yang ditangani di RS Ernaldi Bahar, disebut Sieska, multifaktorial. "Bisa karena genetik, lingkungan, ekonomi, sosial, tidak patuh minum obat, tidak ada support dari keluarga, dan lainnya,” urainya.
BACA JUGA:Pembunuhan 4 Orang di Muba, Polisi Sebut Motif Bisnis Hp
Namun Sieska mengatakan, kesembuhan pasien jiwa tidak seperti kesembuhan pasien penyakit fisik. Ada hal-hal yang harus dicapai pasien. Antara lain gejala-gejala sebelumnya telah berkurang, kemudian pasien sudah dapat melakukan aktivitas harian biasa seperti makan dan merawat diri.
Lalu, pasien dapat bergaul dengan orang lain dan pasien dapat bekerja. "Pasien dengan keadaan yang terkontrol obat, dapat bekerja seperti orang normal lainnya. Namun ada pula pasien yang masih minum obat, tapi dia hanya sebatas merawat diri saja. Macam-macam sekali peluangnya (kesembuhan)," pungkasnya. (nni/air)