Minim Armada, Pemkab PALI Dorong Desa Kelola Sampah Mandiri

Minim Armada, Pemkab PALI Dorong Desa Kelola Sampah Mandiri-Foto: Izul-
PALI, SUMATERAEKSPRES.ID – Masalah pengelolaan sampah masih menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), khususnya di wilayah pedesaan yang berada di luar pusat kota.
Hingga kini, layanan pengangkutan sampah yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PALI baru mencakup dua kecamatan, yakni Talang Ubi dan Tanah Abang.
Kepala DLH PALI, Rizal Pahlevi, mengungkapkan bahwa kendala utama dalam perluasan layanan pengelolaan sampah adalah keterbatasan armada dan anggaran operasional.
“Armada kita saat ini belum memadai. Idealnya, kami membutuhkan tambahan minimal lima unit kendaraan pengangkut agar bisa menjangkau seluruh kecamatan di PALI,” jelas Rizal saat diwawancarai pada Minggu (13/4).
BACA JUGA:Volume Sampah Melonjak hingga 40 Persen
BACA JUGA:DPRD Palembang Soroti Lonjakan Sampah dan Kabel Udara Semrawut Pasca-Idulfitri
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, DLH PALI mendorong setiap desa agar mulai mengembangkan sistem pengelolaan sampah mandiri.
Salah satu contoh sukses datang dari Desa Air Hitam, yang sudah menerapkan pengelolaan sampah rumah tangga secara swadaya melalui pemisahan sampah organik dan anorganik.
“Kesadaran masyarakat harus mulai dibangun dari desa. Kami menggandeng para kepala desa untuk memulai sistem mandiri. Air Hitam telah menunjukkan bahwa hal ini memungkinkan, dan desa lain bisa meniru langkah tersebut,” imbuh Rizal.
BACA JUGA:Kotak Sampah Hiasi Jalan Protokol Kabupaten PALI
BACA JUGA:PALI Makin Asri dan Bersih, Kotak Sampah Tertata di Setiap Titik Jalan Protokol
Namun demikian, kondisi di lapangan masih menunjukkan kurangnya pengelolaan yang merata.
Warga di desa-desa lain masih menghadapi keterbatasan fasilitas dan sistem pengelolaan. Yuli (38), warga Penukal Utara, menuturkan bahwa sampah rumah tangga kerap dibuang sembarangan karena tidak adanya sistem penanganan yang jelas.
“Biasanya kami buang sampah ke kebun, kadang dibakar, kadang juga dibuang ke lebak. Soalnya di desa kami belum ada pengelolaan khusus,” ujar Yuli.