https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Stroke Lebih Parah dari Bell’s Palsy, Kenali Gejala, Penyebab, dan Penanganan

--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID -  Bell’s Palsy dan stroke sering kali dianggap serupa karena sama-sama menyebabkan kelemahan pada wajah. Padahal keduanya adalah kondisi yang berbeda, baik dari segi penyebab maupun penanganannya. Mengenali perbedaan antara keduanya sangat penting agar dapat segera mengambil tindakan yang tepat.  

Bell’s Palsy adalah kelumpuhan atau kelemahan otot pada salah satu sisi wajah akibat gangguan pada saraf tepi (saraf fasialis). Sementara stroke terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak yang dapat menyebabkan kerusakan pada saraf pusat (sistem saraf sentral). “Salah satu cara mudah membedakan keduanya dengan memperhatikan tanda-tanda di wajah,” ujar dr Marwin Tjandra SpAk dan dr Okta Hariza SpKFR dari RS Siloam Sriwijaya 

Pada Bell’s Palsy, biasanya hanya wajah yang mengalami kelemahan, tanpa gangguan lain seperti kelemahan pada lengan atau tungkai. Stroke sering kali menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh, tidak hanya di wajah, tetapi juga di lengan dan tungkai. “Bell’s Palsy tidak menyebabkan gangguan kesadaran atau kemampuan bicara, sedangkan stroke bisa menimbulkan kesulitan berbicara, kebingungan, atau bahkan kehilangan kesadaran,” bebernya.  

Adapun tanda-tanda Bell’s Palsy di antaranya wajah tampak turun pada satu sisi, kesulitan menutup mata di sisi yang terkena, hilangnya kontrol otot wajah, termasuk ketidakmampuan untuk tersenyum atau menaikkan alis. Sensasi kesemutan atau mati rasa di wajah dan tidak ada kelemahan pada tangan atau kaki.  

BACA JUGA:Luncurkan Layanan Stroke Ready Hospital, Penanganan Lebih Cepat dan Efektif

BACA JUGA:KENALI STROKE PERDARAHAN: PENYEBAB, GEJALA, DAN PENTINGNYA TINDAKAN OPERASI

“Jika tidak ada keluhan tambahan seperti kesulitan berbicara atau kelemahan anggota tubuh lainnya, maka kemungkinan besar seseorang itu mengalami Bell’s Palsy, bukan stroke,” sebutnya. Nah, stroke memiliki gejala yang lebih luas dan serius, meliputi kelemahan atau kelumpuhan mendadak pada satu sisi tubuh (wajah, lengan, atau kaki), kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan, gangguan penglihatan secara tiba-tiba, pusing atau kehilangan keseimbangan secara mendadak, dan sakit kepala parah tanpa sebab yang jelas.  

“Jika seseorang mengalami gejala-gejala ini, segera bawa ke rumah sakit dalam waktu 4,5 jam sejak serangan pertama. Waktu ini disebut "golden period" karena penanganan cepat dapat meningkatkan peluang pemulihan yang lebih baik,” tegasnya.  Diakuinya, stroke merupakan kondisi darurat yang butuh penanganan segera. Semakin cepat seseorang mendapat pertolongan medis, semakin besar peluangnya untuk pulih tanpa komplikasi berat. 

Jika terlambat ditangani, kerusakan otak bisa semakin luas, menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti gangguan fungsi motorik, gangguan bicara, hingga kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Bagi seseorang yang pernah mengalami stroke, pencegahan menjadi prioritas utama, dengan menjaga tekanan darah dalam batas normal, mengontrol kadar gula darah dan kolesterol, menjalani gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang dan rutin berolahraga. Menghindari kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, serta mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter secara teratur.  

Setelah mengalami stroke atau Bell’s Palsy, pasien memerlukan rehabilitasi untuk mengoptimalkan kembali fungsi tubuhnya. Pada pasien stroke, rehabilitasi bertujuan meningkatkan kekuatan otot, keseimbangan, dan kemampuan berbicara. Proses ini bisa berlangsung lama, tergantung tingkat keparahan stroke dan seberapa cepat pasien mendapatkan penanganan. Untuk pasien Bell’s Palsy, pemulihan biasanya lebih cepat, terutama jika ditangani dengan terapi yang tepat.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan