Rumah Impian untuk Penyandang Disabilitas, BTN Wujudkan Program 3 Juta Rumah

PASANG KERAMIK: Eko Handoko, penyandang disabilitas rungu wicara memasang keramik sendiri teras rumahnya. -foto: redni/sumeks-
Bermimpi pun ia tak berani, makanya Masriyah merasa betul-betul beruntung menjadi penerima rumah gratis Program RITTA dan Bank BTN ini. Salah satu alasan yang membuat ia terpilih karena warga tak mampu dan memiliki anak disabilitas yang harus dibiayai setiap hari.
Lurah Sukaraja, Andriansyah SSos mengatakan program RITTA merupakan pilot project pertama di Indonesia dari Kementerian Perumahan, bekerja sama dengan Pemkot Prabumulih dan Perbankan tahun 2024. Di Sukaraja, Pemkot menyiapkan tanah seluas 2 hektar untuk pembangunan 100 unit rumah tahan gempa. Dari jumlah itu, 60 unit didanai Bank BTN senilai Rp35 juta per unit.
“Tujuannya tak lain mengurangi backlog perumahan dan mengentaskan kemiskinan, makanya rumah layak huni ini diberikan cuma-cuma kepada kaum disabilitas, tukang becak, pemulung, kuli panggul, tukang sol sepatu yang belum punya rumah,” katanya. Mereka ini masuk daftar masyarakat miskin ekstrim di Kota Prabumulih. Pihaknya berharap program RITTA dari pemerintah dan Bank BTN terus berlanjut. “Masih banyak warga kita membutuhkan bantuan rumah layak huni,” pungkasnya.
BACA JUGA:Keterbatasan Bukan Penghalang untuk Berkarya, Beri Akses Bagi Penyandang Disabilitas
BACA JUGA:OJK Luncurkan Pedoman Akses Pelayanan Keuangan untuk Penyandang Disabilitas
Memberantas Kemiskinan, Mewujudkan Indonesia Emas 2045
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2024 baru 77,02 persen rumah tangga di perkotaan Provinsi Sumsel memiliki rumah sendiri, 7,13 kontrak sewa, 14,63 persen bebas sewa, dan 1,23 persen dinas/lainnya. Di Indonesia, rumah tangga perkotaan punya rumah 79,36 persen, pedesaan 92,90 persen, dan perkotaan-pedesaan 84,95 persen.
Dihitung dari jumlah kepala keluarga (KK) di Tanah Air mencapai 87,83 juta, berarti ada 13,21 juta (15,05 persen) KK/rumah tangga belum memiliki rumah. Mereka ini masuk kategori warga miskin. Setali tiga uang dengan backlog kepemilikan rumah. Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI pada Juni 2024 menunjukkan backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit tahun 2023, sementara Survei Sosial Ekonomi (Susenas) BPS 2024 mencatat tinggal 9,9 juta unit.
Jika Program 3 Juta Rumah periode 2025-2029 terealisasi setiap tahun, dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan rumah 600-800 ribu unit per tahun, maka kurun waktu 5 tahun atau selama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, backlog perumahan di Indonesia akan tuntas. Ada beberapa langkah strategis pemerintah mewujudkannya, yaitu penyediaan lahan dari aset pemerintah atau BUMN/BUMD dan pelibatan dana CSR layaknya pada program RITTA.
Modifikasi skema pembiayaan FLPP, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Rusunawa, Tapera. Penurunan suku bunga acuan BI, pelonggaran rasio LTV (loan-to-value), relaksasi (pembebasan) pajak properti seperti PPN dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dari Pemda, penghapusan retribusi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) untuk MBR. Kemudian mempermudah perizinan, memperkuat ekosistem perumahan, serta memperluas skema pembiayaan swadaya di pedesaan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menjelaskan sebagai amanat Asta Cita, Program 3 Juta Rumah mendukung pencapaian Trisula Pembangunan, yaitu pengentasan kemiskinan 0 persen, pertumbuhan ekonomi 8 persen, dan pengembangan kualitas SDM. “Program ini menjadi langkah penting mewujudkan Indonesia Emas 2045. Nilai investasinya mencapai Rp412,5 triliun dan diproyeksi memacu pertumbuhan ekonomi RI hingga 1,68 persen, serta menyerap 380 ribu tenaga kerja,” ujar Rachmat.
Saat ini tren rata-rata pertumbuhan ekonomi RI sekitar 5 persen per tahun (yoy). Untuk menuju Indonesia Emas 2045 atau negara maju dengan pendapatan tinggi, setidaknya pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen supaya proyeksi GNI per kapita tahun 2045 masuk high income senilai US$ 18.790. Dengan penambahan dari sektor properti 1,68 persen, akan mendongkrak laju perekonomian menjadi 6,68 persen.
Ekonom Sumsel dari Universitas Sriwijaya, Dr Suhel SE MSi mengakui Program 3 Juta Rumah akan memberikan banyak multiplier effect. “Pada sektor ekonomi, program ini mendorong sektor konstruksi dan properti. Ratusan ribu tenaga kerja bakal terserap dalam proyek ini, mulai dari pekerja bangunan, arsitek, hingga pengusaha material,” tuturnya.
Selain itu memacu 174 sektor ekonomi lokal turunan, mulai dari industri semen, besi/baja, toko bangunan, ritel, transportasi, dan jasa lainnya. Meningkatkan akses kredit perumahan dengan bunga rendah, menambah PAD, menumbuhkan kawasan perumahan baru. “Di bidang sosial, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan hunian layak bagi MBR, mengentaskan kemiskinan, mengurangi kawasan kumuh, dan meningkatkan stabilitas sosial,” ujar Dosen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Unsri ini.
Namun berbagai tantangan merealisasikannya, seperti terbatasnya lahan perkotaan, harga material fluktuatif, distribusi rumah tak merata, MBR kesulitan mengakses kredit perumahan. “Solusinya, pemerintah memanfaatkan lahan kurang produktif dan mengembangkan perumahan vertikal, memberikan subsidi atau insentif bagi produsen bahan bangunan, hingga perencanaan pembangunan yang merata melibatkan Pemda,” lanjutnya.