Mengungkap Sejarah dan Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau: Potensi Bahaya yang Terus Mengintai
Gunung Anak Krakatau tetap aktif, menjadi pengingat akan sejarah letusan dahsyat dan potensi bahaya di masa kini. Foto: mapvision--
Setelah letusan besar tahun 1883, sebagian besar pulau Krakatau hancur, menyisakan kaldera di bawah laut.
Namun, aktivitas vulkanik terus terjadi di bawah permukaan laut, dan pada tahun 1927, muncul tanda-tanda aktivitas gunung berapi yang baru.
Akhirnya, pada tahun 1930, muncul sebuah pulau baru yang dikenal sebagai "Anak Krakatau."
Anak Krakatau terus tumbuh hingga hari ini.
Gunung ini mengalami beberapa letusan skala kecil hingga menengah yang terus menambah tinggi dan ukurannya.
Anak Krakatau dikenal sangat aktif dan sering mengalami erupsi, meskipun tidak sebesar letusan tahun 1883.
Pada 2018, letusan dan longsoran Anak Krakatau kembali memicu tsunami di Selat Sunda yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan di pesisir Banten dan Lampung.
BACA JUGA:Wings Air Kembali Operasikan 10 Rute Penerbangan di NTT Setelah Erupsi Gunung Lewotobi
Pentingnya Krakatau dalam Studi Vulkanologi
Gunung Krakatau, dengan sejarah panjang letusan besar dan dampaknya yang signifikan terhadap manusia dan lingkungan, menjadi objek studi penting dalam ilmu vulkanologi. Krakatau memberikan wawasan tentang :
Dampak letusan besar terhadap iklim global, di mana abu dan gas vulkanik dapat menyebabkan perubahan iklim jangka pendek.
Pengaruh letusan terhadap kehidupan laut dan ekosistem sekitar.
Proses pembentukan pulau vulkanik baru, seperti yang terlihat dalam perkembangan Anak Krakatau.
Krakatau dan anaknya akan terus dipantau karena potensi letusannya yang dapat berdampak besar bagi masyarakat di sekitarnya dan bahkan bagi wilayah yang lebih jauh lagi.