Iran Desak AS Tinggalkan Kebijakan Masa Lalu Terkait Teheran
Iran desak AS untuk meninggalkan kebijakan ‘tekanan maksimum’ yang terbukti memperburuk situasi, sambil memperingatkan dampak meluasnya konflik di Gaza dan Lebanon. Foto:Ist/Sumateraekspres.id--
BACA JUGA:Israel Siaga Menghadapi Serangan dari Iran dan Kelompok Perlawanan
Reaksi Iran terhadap Sanksi AS
Kebijakan "tekanan maksimum" yang diterapkan oleh Trump berfokus pada pengenaan sanksi yang sangat berat terhadap sektor-sektor ekonomi utama Iran, termasuk energi dan perbankan.
Namun, langkah ini juga memicu Iran untuk meningkatkan program nuklirnya.
Sejak penarikan AS dari perjanjian nuklir pada 2018, Iran telah berulang kali menangguhkan komitmennya terhadap kesepakatan tersebut dan melanjutkan program pengayaan uranium, yang memicu kekhawatiran di Barat bahwa negara itu berusaha mengembangkan senjata nuklir.
Zarif mengingatkan bahwa kebijakan Trump hanya memperburuk situasi, termasuk menyebabkan peningkatan kadar pengayaan uranium Iran.
BACA JUGA:Iran Mengancam Tinjau Doktrin Nuklir Jika Eksistensi Terancam, Apa Artinya?
BACA JUGA:Perang Iran-Israel, Ancaman Terhadap Stabilitas Regional
"Trump pasti menyadari bahwa kebijakan tekanan maksimum yang dia lakukan justru membawa Iran mengubah pengayaan uranium dari 3,5 persen menjadi 60 persen," kata Zarif.
Ia menambahkan bahwa Trump harus mempertimbangkan baik-baik apakah kebijakan ini menguntungkan AS, atau malah merugikan.
Pembunuhan Soleimani: Salah Satu Titik Puncak Ketegangan
Pada Januari 2020, ketegangan antara AS dan Iran mencapai titik puncaknya ketika Trump memerintahkan serangan pesawat tak berawak yang menewaskan jenderal Iran yang berpengaruh, Qasem Soleimani.
Soleimani adalah komandan Pasukan Quds, unit elit Garda Revolusi Iran, yang bertanggung jawab atas operasi luar negeri Iran. Pembunuhan ini memicu respons keras dari Iran dan meningkatkan ketegangan di kawasan Timur Tengah.
BACA JUGA:Iran Tingkatkan Anggaran Militer, Israel Beri Peringatan
BACA JUGA:DK PBB Serukan Gencatan Senjata untuk Stabilitas Wilayah Pasca Serangan Israel ke Iran
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, dalam komentarnya baru-baru ini, menyatakan harapannya agar presiden AS terpilih bisa mengubah pendekatannya yang dianggap keliru.
Meskipun tidak secara langsung merujuk pada Trump, Baghaei berharap pemerintahan baru bisa mengkaji kembali kebijakan yang merusak hubungan kedua negara.